Kampanye (Kok) Negatif, Gimana Ini?


Ilustrasi stop kampanye hitam.(ilustrasi:Kiki Budi Hartawan)

AKTUALITAS.ID – Kampanye negatif mendadak jadi bahasan yang sexy gara-gara dilontarkan oleh seorang ‘presiden’ partai yang jadi tim hore salah satu capres dalam pilpres 2019. Bahkan, sang ‘presiden’ itu memperbolehkan kadernya untuk melakukan kampanye negatif.

Secara harfiah, kampanye negatif adalah pengungkapan data dan fakta tentang kekurangan, kejelekan, atau kelemahan calon yang ikut dalam sebuah kontestasi. Kampanye negatif memang tidak dilarang dan boleh dilakukan asal tidak menjurus pada fitnah. Karena kalau sudah berisi fitnah maka itu akan menjadi kampanye hitam yang jelas dilarang dan para pelakunya bisa dipidana bahkan dipenjara.

Mari kita sederhanakan saja masalah kampanye negatif ini dengan kejadian sehari-hari yang sering kita jumpai.

Timses atau para mendukung capres ini, tak ubahnya seorang ‘sales’ yang berkeliling menawarkan barang dagangan yang dijualnya. Dia harus siap berjibaku menghadapi kerasnya persaingan di lapangan agar dagangannya dilirik konsumen.

Logikanya, seorang sales akan habis-habisan memuji dagangannya agar pembeli tertarik, terpesona, dan syukur-syukur berminat untuk memilikinya sehingga dengan senang hati membeli dagangannya. Dia buka presentasinya dengan santun, ramah, penuh senyum, dan sabar menghadapi pertanyaan konsumen. Tetap harus berbusa-busa memang, tapi setidaknya dia sudah menanamkan kesan yang baik dan bersahabat pada calon pembelinya.

Tapi memang ada saja sales yang justru lebih suka menjelek-jelekkan produk lain sampai lupa mempromosikan dagangannya. Dia begitu pandai menguliti kekurangan produk pesaingnya, tapi lupa atau bahkan tidak tahu kelebihan barang dagangannya sendiri. Ini yang aneh. Dia ingin konsumen beli, tapi dia sama sekali tak mempromosikan dagangannya karena terlalu sibuk mengkritisi produk saingan.

Kira-kira nih, produk mana yang akan Anda pilih jika menghadapi dua tipe sales seperti itu? Silakan diputuskan sendiri karena itu adalah rahasia Anda. Namun yang pasti, di sinilah masyarakat akan bisa melihat dan membedakan mana ‘sales’ yang cerdas, dan siapa ‘sales’ yang culas saat menawarkan ‘barang’ agar dibeli orang.

Kembali ke masalah kampanye, mungkin banyak yang lupa bahwa sejatinya kampanye itu bertujuan membangun persepsi yang sama antara paslon dan pemilihnya sehingga muncul rasa kebersamaan dan membutuhkan satu sama lain untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Bagaimana hal ini akan terjadi jika yang disodorkan hanya hujatan yang menyerang pesaing, bukan dialog yang sehat, asyik, dan menyenangkan?

Kampanye negatif hanya efektif bagi para pendukung kelompok itu sendiri untuk makin ‘cinta buta’ pada junjungannya dan ‘benci melangit’ pada seterunya. Sementara kubu lain makin antipati dibuatnya. Dengan kata lain, kampanye negatif tidak akan mengubah apa pun.

Masalahnya, yang sedang diperebutkan adalah pemilih yang belum menentukan pilihannya atau istilahnya pemilih mengambang. Kelompok ini cenderung mengamati kegaduhan yang diciptakan ‘tim sales’ masing-masing capres.

Kelompok yang bisa menggaet ‘undecided voters’ inilah yang akan jadi pemenangnya. Tentulah itu tergantung strategi yang dilakukan oleh ‘tim marketing dan sales’ masing-masing paslon.

Apakah akan terus memainkan kampanye negatif yang menjurus hitam, atau menawarkan kampanye dialogis yang memanjakan pemilih agar gampang melihat kinerja dan prestasi yang sudah dilakukan paslon, termasuk solusi yang ditawarkan kepada masyarakat jika ada persoalan yang belum berjalan dengan baik.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>