Ketika Rasulullah disebut “Shabi” oleh Abu Lahab


Rasulullah

Dalam al-Quran, kata shabiin disebutkan 3 kali:

[1] Firman Allah di surat al-Baqarah: “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 62)

[2] Firman Allah di surat al-Maidah: “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (diantara mereka) yang benar-benar saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Maidah: 69)

[3] Firman Allah di surat al-Hajj: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi-iin orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.” (QS. Al-Hajj: 17)

Makna Shabiin: Secara bahasa, kata Shabiin merupakan bentuk jamak. Kata tunggal (mufrad)-nya Shabi, dari kata shabaa yasbau yang artinya keluar meninggalkan satu agama ke agama yang lain. Istilah lainnya shabiah.

At-Thabari mengatakan, “Shabiun bentuk jamak dari kata shabi, yaitu orang yang membuat agama baru di luar agama yang dia sebelumnya. Seperti orang muslim yang murtad dari agamanya. Dan semua orang yang keluar meninggalkan agama sebelumnya lalu berpindah ke agama yang lain, disebut orang arab dengan shabi.” (Tasir at-Thabari, 2/145).

Sementara makna secara istilah, kata shabi digunakan untuk menyebut semua orang yang mengikuti ajaran agama baru, yang berbeda dengan agama masyarakatnya. Dulu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam juga disebut shabi oleh orang musyrikin, terutama paman beliau, Abu Lahab.

Rabiah bin Ibad bercerita pengalamannya yang kala itu masih jahiliyah, “Saya melihat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam di pasar Dzi Majaz, terus mengajak masyarakat, “Wahai manusia, ucapkanlah Laa ilaaha illallah kalian akan beruntung.”

Beliau masuk ke lorong-lorong jalan. Banyak orang yang mengerumuni beliau, dan tidak ada satupun berkomentar, sementara beliau tidak henti-hentinya menyatakan, “Wahai manusia, ucapkanlah Laa ilaaha illallah kalian akan beruntung.”

Hanya saja di belakang beliau ada orang yang wajahnya sangat putih, jambulnya menjuntai itulah Abu Lahab dia selalu mengatakan, “Dia itu shabi (pembawa agama baru), pendusta. Saya bertanya, Siapa ini? Mereka mengatakan, “Muhammad bin Abdillah. Dia mengaku jadi nabi.” Lalu siapa yang menyebutnya dusta? tanyaku. “Pamannya, Abu Lahab.” Jawab mereka. (Ahmad 16023 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)

Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam disebut shabi, karena beliau membawa ajaran agama baru yang tidak dikenal masyarakatnya. Meskipun sejatinya itu ajaran tauhid, millah Ibrahim alaihis salam yang sudah dilupakan masyarakat Jahiliyah. Berangkat dari makna ini, kata shabi bisa digunakan untuk menyebut orang yang agamanya baik dan bisa juga digunakan untuk menyebut penganut agama sesat.

Ibnul Qoyim mengatakan, “Shabiah termasuk umat yang besar. Ada yang baik (lurus) dan ada yang celaka (menyimpang). Dan ini termasuk salah satu umat yang terbagi menjadi mukmin dan kafir.”

Kemudian Ibnul Qoyim menyebutkan dalil ayat di atas. Lalu beliau mengatakan, “Shabiah itu bermacam-macam, ada shabiah hanif (pengikut tauhid) dan ada shabiah musyrik. Dan daerah Harran merupakan tempat kerajaan mereka sebelum al-Masih. Mereka memiliki kitab, tulisan-tulisan, dan artikel. Di Baghdad ada banyak penganutnya. Diantara mereka Ibrahim bin Hilal as-Shabi, penulis beberapa karya. Dia menganut shabiah, berpuasa Ramadhan seperti kaum muslimin. Dan mayoritas mereka orang-orang filsafat.” (Ahkam Ahli az-Dzimmah, 1/236 238)