Hukum Berdiri Menghormati Jenazah yang Lewat


ULAMA berbeda pendapat mengenai hukum berdiri dalam rangka menghormati jenazah yang lewat. Yang dimaksud berdiri menghormati jenazah yang lewat adalah seseorang awalnya berada di posisi duduk atau selain berdiri, ketika ada jenazah lewat, dia berdiri dalam rangka menghormatinya.

Pertama, makruh berdiri dalam rangka menghormati jenazah yang lewat, sampaipun ketika berada di kuburan. Ini merupakan pendapat resmi (al-mutamad) dalam madzhab Hanafiyah dan Hambali, serta pendapat mayoritas Syafiiyah menurut nukilan sebagian ulama Syafiiyah.

Ibnu Hammam ulama hanafiyah mengatakan, “Orang yang duduk di tepi jalan atau yang duduk di pemakaman, ketika ada jenazah yang datang, sebaiknya tidak berdiri. Ada juga yang berpendapat, sebaiknya berdiri. Dan yang lebih kuat pendapat pertama (tidak berdiri), berdasarkan riwayat dari Ali Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk berdiri ketika ada jenazah, kemudian setelah itu beliau duduk ketika ada jenazah, dan memerintahkan kita untuk duduk.” (Fathul Qadir, 2/135)

Keterangan lain, disampaikan oleh al-Khatib as-Syarbini “Makruh berdiri dalam rangka menghormati jenazah yang lewat.” (Mughni al-Muhtaj, 2/20).

Keterangan dalam madzhab hambali, Al-Buhuti mengatakan, “Ketika datang jenazah atau ada jenazah yang lewat, sementara seseorang sedang duduk, makruh untuk berdiri dalam rangka menghormatinya. Berdasarkan hadis dari Ibnu Sirin, bahwa pernah ada jenazah yang lewat, sementara Hasan bin Ali dan Ibnu Abbas sedang duduk. Hasan berdiri dan Ibnu Abbas tetap duduk. Lalu Hasan berkata kepada Ibnu Abbas, Bukankah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dulu berdiri? jawab Ibnu Abbas, “Dulu beliau berdiri ketika ada jenazah, setelah itu beliau duduk.” Diriwayatkan an-Nasai. (Kasyaf al-Qina, 2/130)

Dari keterangan pendapat pertama, mereka menyimpulkan telah terjadi nasakh terkait dalil berdiri ketika ada jenazah yang lewat. Dulu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ketika melihat jenazah beliau berdiri. Selanjutnya ketika melihat jenazah beliau tetap duduk dan menyuruh para sahabat untuk tetap duduk.

Kedua, dianjurkan untuk berdiri dalam rangka menghormati jenazah. Ini merupakan salah satu pendapat ulama Syafiiyah dan pendapat Ibnu Hazm ad-Dzahiri. Ar-Ramli ulama Syafiiyah menyatakan, “Ketika ada jenazah yang lewat, dianjurkan untuk berdiri, sebagaimana yang ditegaskan al-Mutawalli dan pendapat yang dinilai lebih kuat oleh an-Nawawi penulis Syarh al-Muhadzab. Sementara Ibnul Maqri menegaskan bahwa itu hukumnya makruh.” (Nihayah al-Muhtaj, 2/467).

Ibnu Hazm mengatakan, “Kami menganjurkan untuk berdiri ketika melihat jenazah yang lewat, meskipun jenazah kafir. Sampai dia dimasukkan ke kuburan atau tidak kelihatan. Meskipun jika tidak duduk, tidak dosa.” (al-Muhalla, 3/380)

Beberapa hadis yang menjadi dalil pendapat kedua,

[1] Hadis dari Amir bin Rabiah Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian melihat jenazah, berdirilah untuk menghormatinya, sampai dia hilang dari pandangan atau dimasukkan ke kuburan.” (HR. Muslim 958)

[2] Hadis dari Ibnu Abi Laila, beliau bercerita, “Bahwa Qais bin Sad dan Sahl bin Hunaif pernah berada di Qadisiyah. Tiba-tiba ada jenazah yang lewat, lalu mereka berdiri. Salah seorang memberi tahu kepada dua sahabat ini, bahwa itu jenazah penduduk sini (Qadisiyah orang non muslim). Mereka menjelaskan, ‘Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah melihat jenazah lewat lalu beliau berdiri. Ada orang yang memberi tahu, Jenazah itu orang yahudi. Beliau menjawab, “Bukankah dia juga manusia.” (HR. Muslim 960).

Menurut pendapat kedua, dalam masalah ini tidak ada nasakh. Sementara hadis yang menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tetap duduk ketika melihat jenazah lewat, tidak menunjukkan bahwa terjadi nasakh, namun hanya untuk menjelaskan bahwa tetap duduk ketika ada jenazah lewat hukumnya dibolehkan. Artinya berdiri sifatnya hanya anjuran.

Ibnu Hazm mengatakan, “Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tetap duduk ketika ada jenazah, padahal sebelumnya beliau perintahkan berdiri, tujuannya menjelaskan bahwa berdiri sifatnya anjuran, dan tidak boleh dipahami nasakh. Karena tidak boleh meninggalkan sunah yang yakin, kecuali dengan naskh yang yakin pula.” (al-Muhalla, 3/380 381).

Demikian, Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]