IPW: Polisi Seharusnya Mudah Ungkap Pelaku Kasus Teror Diskusi UGM


AKTUALITAS.ID – Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai jika teror yang dialami oleh penyelenggara diskusi Constitutional Law Society (CLS) atau Komunitas Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) mudah untuk diungkap pelakunya, asal polisi serius.

Diketahui, aksi teror tersebut buntut dari kegiatan diskusi virtual bertema ‘Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan’ yang dinilai kontroversi dan menuai polemik.

“Sepanjang diskusi itu berjalan sesuai dengan prosedur seharusnya jangan takut, lapor aja dan polisi wajib mengusut itu. Dengan menyelidikinya saya rasa polisi itu gampang untuk dibongkar, asalkan polisi serius,” ujar Neta kepada merdeka.com, Sabtu (30/5/2020).

Kendati demikian walau mudah bagi polisi membongkarnya, kata Neta, masih tetap membutuhkan dorongan dari segala pihak seperti para aktivis, akademisi bahkan media untuk bersama-sama mendesak pengusutan kasus diskusi berbuntut teror ini, hingga tuntas.

“Perlu serius supaya biangkerok dari pelaku teror itu diadili. Kalau mereka sudah melapor, maka polisi harus serius lah dengan dorongan dari komponen masyarakat supaya bisa diusut tuntas. Karena kasus yang mudah terkadang dilihat sepele, jadinya tidak serius,” imbuhnya.

Dia menegaskan jika polisi sangat mudah mengusut kasus teror yang menimpa para panitia, moderator hingga narasumber diskusi. Karena kepolisian memiliki patroli siber yang bisa menyelidiki asal pesan teror maupun penyadapan yang dialami panitia.

“Setelah diminta kesaksian-kesaksian, dan polisi juga bisa menggunakan patroli siber. Misalnya pada kasus penyebaran video porno artis yang lalu, itu polisi bisa menangkap pelaku yang berada di pelosok. Ini kejadian ini ada di kota besar kan. Makanya perlu dorongan ke kepolisian,” ujarnya.

Akibat aksi teror, lanjut Neta, tidak hanya menyangkut kebebasan berpendapat tetapi sudah mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas).

“Selain mengganggu kebebasan berpendapat, ini juga mengganggu kenyamanan masyarakat. Aksi teror itu kan bikin meresahkan bisa mengganggu Kamtibmas juga,” ungkapnya.

Dekan FH UGM, Sigit Riyanto menjelaskan paska menjadi kontroversi, diskusi tersebut justru berbuah teror pada pembicara maupun penyelenggaranya. Teror ini mulai bermunculan pada Kamis (28/5) malam.

Dalam keterangan tertulisnya, Sigit menuturkan baik pembicara, moderator maupun narahubung yang namanya tertera dalam poster acara menjadi sasaran teror. Nomor kontak pihak-pihak yang terlibat dalam diskusi itu mendapatkan teror dari orang tak dikenal.

“Berbagai teror dan ancaman dialami oleh pembicara, moderator, narahubung, serta kemudian kepada ketua komunitas ‘Constitutional Law Society’ (CLS) mulai dari pengiriman pemesanan ojek online ke kediaman, teks ancaman pembunuhan, telepon, hingga adanya beberapa orang yang mendatangi kediaman mereka,” katanya, Sabtu (30/5).

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>