Akibat Tambang, 1.400 KK Terancam Kehilangan Sumber Air


Ilustrasi Penambangan pasir dan batu, Foto: Istimewa

AKTUALITAS.ID – Sekitar 1.400 Kepala Keluarga (KK) di lereng Gunung Merapi, khususnya wilayah Kecamatan Cangkringan, Pakem, dan Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), terancam kehilangan sumber mata air di hulu Sungai Boyong.

Hal itu lantaran sebuah perusahaan penambangan pasir dan batu dengan alat berat yakni PT SKM telah mendapatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dari Pemda, melalui Dinas Perizinan dan Penanaman Modal (DPPM) DI Yogyakarta.

Oleh karenanya, belasan warga yang tergabung dalam Paguyuban Pelestari Sumber Mata Air Hulu Sungai Boyong, Kamis (7/8/2020), mendatangi kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta untuk mengadukan kekhawatiran mereka atas ancaman tersebut.

Ketua Paguyuban Masyarakat Pejuang dan Pelestari Sumber Mata Air Hulu Sungai Boyong, Wasi, mengungkapkan, keresahan warga bermula ketika perwakilan PT SKM mendatangi pengurus tambang manual di Turgo, awal Juli.

Pada intinya, perusahaan meminta izin ikut menambang pasir dan batu di wilayah tersebut dengan menggunakan alat berat.

Warga dari lima padukuhan, yang selama ini memanfaatkan sumber mata air itu, tidak menginginkan penambangan golongan C dengan alat berat sebagaimana yang akan dilakukan oleh PT SKM.

Menurut dia, Dinas Tata Kota Kabupaten Sleman telah menyampakan bahwa Kecamatan Pakem dan Turi merupakan Kecamatan teratas di lereng Gunung Merapi yang menjadi daerah resapan atau tangkapan air yang berdampak pada pemenuhan kebutuhan air bersih warga di bawahnya.

“Maka harapannya di lokasi tersebut tidak ada penambangan dengan alat berat karena bisa melakukan eksploitasi tanpa kendali, dan berakibat pada kerusakan alam,” anggap Wasi, dalam konferensi pers di kantor LBH Yogyakarta, Kamis (6/8).

Wawan, warga Dusun Ngandong, Desa Girikerto, Kecamatan Turi, menceritakan awalnya warga di dusunnya memanfaatkan sumber mata air dari hulu sungai Krasak yang berbatasan dengan dengan wilayah Magelang, Jawa Tangah.

Sejak ada penambangan besar-besaran dengan alat berat di sekitar lokasi tersebut, sumber mata air menjadi mati.

“Sehingga kami yang sebelumnya memanfaatkan sumber mata air di sungai Krasak merasakan penderitaan yang luar biasa atas hilangnya sumber mata air tersebut, kata Wawan.

Akibatnya, warga Ngandong terpaksa mengambil air dari sumber mata air di wilayah Turgo, Kecamatan Pakem yang notabene berada di hulu sungai Boyong.

“Kami sangat menentang keras rencana penambangan tersebut karena kami sebagai warga Ngandong merasakan langsung dampak buruk dari ada penambangan dengan alat berat,” tegasnya.

Terlebih, lanjut wawan, warga yang tinggal di dekat Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) telah berusaha maksimal untuk menjaga kelestarian alam di sana.

Menanggapi aduan tersebut, Direktur LBH Yogyakarta, Yogi Zul Fadhli mengungkapkan, berdasarkan penelusurannya, PT ini telah mendapatkan izin dari DPPM, berupa terbitnya WIUP.

“Kami justru melihat indikasi Gubernur DIY, melalui DPPM itu mengabaikan hak-hak atas air dan lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi warga tersebut,” tegasnya.

Untuk itu Yogi menyatakan, pihaknya akan segera berkoordinasi untuk menyiapkan langkah advokasinya. “Kami akan gerak cepat,” ucapnya.

Pihak Pemerintah Provinsi DIY sendiri belum menanggapi soal kasus ini.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>