Soal Normalisasi Dengan Israel, Arab Saudi Tegaskan Tak Ikuti UEA


Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan Al-Saud menghadiri konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas di Berlin, Jerman 19 Agustus 2020. [John Macdougall / REUTERS]

Arab Saudi menegaskan tidak akan mengikuti jejak Uni Emirat Arab (UAE) menjalin normalisasi hubungan diplomatik dengan Israel.

Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan mengatakan normalisasi hubungan diplomatik dengan Israel hanya akan tercapai apabila Israel telah menandatangani perjanjian damai dengan Palestina. Perdamaian Israel dengan Palestina itu harus berdasarkan perjanjian internasional.

“Setelah itu tercapai, semua hal menjadi mungkin,” katanya dikutip dari AFP, Sabtu (22/8).

Pekan lalu, kesepakatan mengejutkan dilakukan oleh Israel-UEA. Kedua negara menjalin kesepakatan damai.

UEA menjadi negara Arab ketiga yang menjalin hubungan diplomatik dengan Israel setelah Mesir dan Yordania.

Hingga saat ini, Arab Saudi tetap mempertahankan sikap diamnya atas kesepakatan negara-negara tetangganya itu.

Namun, pejabat lokal telah mengisyaratkan bahwa Arab Saudi tidak mungkin mengikuti jejak sekutu utamanya di kawasan Arab, meskipun ada tekanan dari AS.

Sebelumnya, Pangeran Faisal mengulangi kritik terhadap kebijakan sepihak Israel terkait pencaplokan dan pembangunan permukiman di Tepi Barat, Palestina sebagai kebijakan tidak sah dan merugikan bagi dua negara.

Kritik itu disampaikan pada konferensi pers dengan mitranya dari Jerman Heiko Maas.

Warga Palestina sendiri memprotes keras kesepakatan itu. Mereka menilainya sebagai pengkhianatan oleh pemain utama di dunia Arab. Warga Palestina berpendapat bahwa hubungan normal dengan Israel hanya mungkin terjadi setelah perselisihan dengan Palestina diselesaikan.

Kesepakatan damai antara UEA dan Israel dicapai pada 14 Agustus lalu, ditengahi oleh Amerika Serikat. Salah satu persyaratan yang diminta adalah Israel harus menghentikan rencana pencaplokan Tepi Barat dan tanah-tanah milik penduduk Palestina.

Hal itu bisa dinilai sebagai keberhasilan diplomatik Presiden AS, Donald Trump, untuk mengubah peta politik di Timur Tengah. Hal itu juga dinilai sebagai upaya untuk membendung pengaruh Iran yang mencoba mendapatkan simpati dari negara-negara Arab dengan terus menggaungkan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>