Sebagian Penduduk Bahrain Menentang Normalisasi dengan Israel


Tidak seluruh penduduk Bahrain mendukung langkah pemerintah untuk meresmikan normalisasi hubungan dengan Israel.

Sebagian penduduk Bahrain justru menolak keputusan itu. Bahkan, mereka juga menyatakan pendapat melalui dunia maya.

Sontak, tagar “Bahrain menentang normalisasi” kemudian menjadi topik paling populer di media sosial.

Dilansir Middle East Eye, Senin (14/9), kesepakatan yang ditengahi oleh Amerika Serikat tersebut membuat banyak warga Bahrain geram.

Warga di negara itu dianggap lebih vokal dibandingkan warga Uni Emirat Arab (UEA) dalam menanggapi kesepakatan normalisasi dengan Israel. Padahal, tidak seperti UEA, di Bahrain, kebebasan berpendapat amat dikekang.

Maryam al-Khawaja, anak dari aktivis hak asasi manusia Abdulhadi al-Khawaja mengatakan, “mayoritas rakyat Bahrain selalu menentang penindasan, pendudukan dan apartheid terhadap orang-orang #Palestina”.

Mantan anggota parlemen, Ali al-Aswad, menyebut keputusan normalisasi itu sebagai “hari berkabung dalam sejarah Bahrain”.

“Anda akan diingatkan oleh sejarah atas dukungan Anda (terhadap) kolonialisme dan penjajahan,” katanya.

Menteri Luar Negeri Bahrain, Abdullatif bin Rashid Al-Zayani, mengatakan kesepakatan itu merupakan langkah bersejarah untuk mencapai perdamaian di Timur Tengah. Namun, pemerintah Palestina dan Hamas mengutuk kesepakatan itu sebagai “menikam dari belakang”.

Partai oposisi al-Wefaq menyebut kesepakatan itu sebagai “pengkhianatan total terhadap Islam dan Arabisme dan penyimpangan dari konsensus Islam, Arab, dan nasional”.

Sementara Anggota Senior Organisasi Pembebasan Palestina, Hanan Ashrawi, mengatakan dia “kewalahan dan berbesar hati” dengan dukungan dari Bahrain.

Pada Sabtu, warga Palestina di Gaza menentang keputusan itu dengan membakar foto-foto para pemimpin Bahrain, UEA, dan Israel.

“Kami harus melawan virus normalisasi dan memblokir semua jalurnya sebelum berhasil, untuk mencegah penyebarannya,” kata Pejabat Hamas, Maher al-Holy.

Baik Iran dan Turki turut mengkritik Bahrain atas kesepakatan itu dengan menyebutnya sebagai pengkhianatan terhadap Palestina.

“Mulai sekarang para penguasa Bahrain akan menjadi mitra kejahatan rezim Zionis sebagai ancaman terus-menerus terhadap keamanan kawasan dan dunia Islam,” kata Kementerian Luar Negeri Iran dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh stasiun televisi pemerintah.

“Langkah memalukan Bahrain mengorbankan perjuangan Palestina dan perjuangan puluhan tahun… dengan mengorbankan pemilihan AS,” tambahnya.

Pesan kecaman yang lebih kuat datang dari Korps Pengawal Revolusi Iran, pihaknya mengklaim bahwa Bahrain akan menghadapi “balas dendam yang keras” dari rakyatnya sendiri.

Kementerian Luar Negeri Turki menyebut kesepakatan itu sebagai “pukulan baru bagi upaya untuk membela perjuangan Palestina dan (yang) akan semakin memberanikan Israel untuk melanjutkan praktik ilegalnya terhadap Palestina”.

Selain Iran dan Turki, gerakan Libanon yang didukung Iran, Hizbullah, juga mengkritik langkah tersebut.

Dalam sebuah pernyataan, Bahrain mengatakan bahwa pihaknya setuju bergabung dalam upacara di Gedung Putih yang juga meresmikan normalisasi antara UEA dan Israel pada Selasa (15/9) besok.

Selain itu, menurut pengumuman dari Kementerian Luar Negeri Bahrain, Menteri Luar Negeri Israel dan Bahrain telah berbincang melalui telepon untuk membahas hubungan baru pada Sabtu lalu.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>