Awal Tahun Depan, LG Bangun Pabrik Baterai Listrik Mulai


AKTUALITAS.ID – Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengungkapkan LG akan membangun pabrik baterai listrik mulai awal tahun depan.

Menyusul penandatangan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) pembangunan industri baterai listrik dengan perusahaan asal Korea Selatan, LG Energy Solution Ltd.

“Insya Allah tidak lama, kemungkinan besar akan dilakukan ground breaking (peletakan batu pertama) pada semester I 2021, jadi ini bukan MoU-MoU-an, jadi 2021 semester I Insya Allah tahap I akan mulai dilakukan pembangunan pabrik,” ujar Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam keterangan pers tentang investasi baterai listrik LG Energy Solution, Rabu (30/12/2020).

Ia menuturkan pabrik baterai listrik tersebut akan terintegrasi dari hulu hingga hilir. Nantinya, pabrik baterai listrik terbagi menjadi 2, meliputi di Maluku Utara untuk sektor hulu dan di Batang, Jawa Tengah untuk sektor hilir.

“Lokasi pabrik tersebut dibagi jadi 2, untuk hulu membangun smelter dan tambang di Maluku Utara. Kemudian katoda, prekursor, dan sebagian baterai cell berdasarkan hasil survei, itu akan dilakukan di Batang,” jelasnya.

Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang sendiri memiliki luas 4.300 hektare (ha). Rencananya, sebagian baterai yang dihasilkan akan disuplai ke pabrik mobil listrik pertama di Indonesia, yang dalam waktu dekat akan segera memulai tahap produksi.

Sementara itu, nilai investasi dalam kerja sama pembangunan industri baterasi listrik itu mencapai US$9,8 miliar, setara Rp142 triliun. Menurutnya, angka investasi itu merupakan capaian luar biasa karena berhasil diraih di tengah pandemi.

“Angka ini merupakan angka luar biasa, sebab dalam catatan BKPM, belum pernah ada investasi pasca reformasi sebesar ini. Ini sebuah langkah yang menurut saya luar biasa karena di era pandemi hampir sedikit negara yang punya peluang seperti ini,” jelasnya.

Selanjutnya, konsorsium LG Energy Solution akan bekerja sama dengan konsorsium BUMN. Konsorsium tersebut mencakup MIND ID, yang terdiri dari PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum dan PT Aneka Tambang Tbk, bersama dengan PT Pertamina (Persero), dan PT Perusahaan Listrik Negara (PErsero) atau PLN.

Bahlil menjelaskan alasan pemerintah tidak menyerahkan kerja sama itu langsung business to business ( b to b), antara konsorsium BUMN dan LG Energy Solution lantaran ingin memastikan sejumlah aturan kerja sama ditaati.

Misalnya, kepastian penciptaan nilai tambah, efek pengganda (multiplier effect) kepada ekonomi Indonesia, masalah tenaga kerja, hingga keterlibatan pengusaha.

“Kami tidak ingin lagi kalau b to b, negara tidak ikut, rambu-rambunya tidak diatur oleh negara. Banyak permintaan-permintaan yang butuh dinegosiasikan, salah satu diantaranya kami meminta agar pengolahan ore nikel minimal 70 persen itu harus jadi prekursor, dan baterai cell,” jelasnya.

Selain itu, ia menilai keterlibatan pengusaha dalam negeri dan UMKM kerap kali terlupakan ketika kerja sama dilakukan melalui b to b. Di sisi lain, pemerintah juga berharap agar investasi ini tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi tapi juga pemerataan ekonomi.

“Kalau b to b kami punya keyakinan keterlibatan pengusaha lokal biasanya diabaikan, saya tidak mau lagi kecolongan-kecolongan seperti itu,” paparnya.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>