Jelang Pemilu, Faksi Politik Palestina Berunding


Sejumlah faksi politik di Palestina bertemu di Kairo, Mesir, menjelang rencana pemilihan umum pada 31 Juli mendatang.

Dilansir Al-Monitor yang mengutip kantor berita Palestina, WAFA, Selasa (9/2), ada 14 perwakilan faksi di Palestina yang hadir dalam pertemuan itu.

Mereka yang hadir termasuk perwakilan dari Fatah, Hamas, Jihad Islam, hingga kelompok kiri yakni Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina (PFLP) dan Front Demokratik Pembebasan Palestina.

Dalam pertemuan itu, mereka membahas tata cara pemilihan legislatif yang direncanakan digelar pada 22 Mei dan pemilihan presiden pada 31 Juli mendatang.

Sedangkan proses pemilihan anggota Dewan Nasional Palestina direncanakan digelar pada 31 Agustus mendatang.

Pemerintah Palestina terakhir kali menggelar
pemilu pada 2005. Saat itu Fatah memenangkan perolehan suara mayoritas, tetapi Hamas memboikot hasil pemilu karena dugaan kecurangan.

Dua tahun kemudian pemerintah Palestina terbelah menjadi dua kubu akibat pertikaian Fatah dan Hamas. Fatah menguasai Tepi Barat sementara Hamas menguasai Jalur Gaza dengan kebijakan berbeda.

Proses rekonsiliasi antara kedua kelompok itu memakan waktu bertahun-tahun. Pada September 2020 lalu, Fatah dan Hamas sepakat menggelar pemilu.

Sampai saat ini dunia hanya mengakui pemerintah Palestina yang berkuasa di Tepi Barat, yang dipimpin oleh Presiden Mahmoud Abbas dari faksi Fatah.

Pemilihan umum itu direncanakan akan digelar di Tepi Barat, Yerusalem Timur dan Jalur Gaza. Akan tetapi, Yerusalem saat ini masih berada dalam status quo karena diduduki Israel sejak 1967.

Meski masih terdapat perbedaan di antara faksi-faksi perjuangan di Palestina, mereka membutuhkan ajang politik ini untuk konsolidasi lembaga politik dan seluruh kelompok yang berada di dalam negeri, sebelum menghadapi perundingan damai dengan Israel.

Apalagi saat ini posisi Palestina bisa dibilang semakin tertekan karena sejumlah negara Arab dan mayoritas Muslim memutuskan melakukan normalisasi hubungan dengan Israel.

Kondisi itu bisa mempengaruhi daya diplomasi Palestina yang selama ini mendapatkan dukungan dari negara-negara Arab dan mayoritas Muslim.

Mesir selama ini bertindak menjadi penengah jika terjadi konflik internal Palestina, atau ketika Palestina bertikai dengan Israel.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>