Connect with us

Berita

Soal SE Kapolri, PDIP: Bukan Berarti Abu Janda Lolos dari Jeratan UU ITE

AKTUALITAS.ID – Anggota Komisi III DPR Fraksi PDIP, Johan Budi tidak sepakat dengan anggapan surat edaran Kapolri terkait UU ITE membuat Permadi Arya atau Abu Janda lolos dari jeratan hukum. Menurutnya, surat edaran Kapolri Listyo Sigit itu melihat dinamika gaduhnya penerapan UU ITE yang kerap saling lapor. Setidaknya ada dua kasus ujaran kebencian yang membuat […]

Published

pada

AKTUALITAS.ID – Anggota Komisi III DPR Fraksi PDIP, Johan Budi tidak sepakat dengan anggapan surat edaran Kapolri terkait UU ITE membuat Permadi Arya atau Abu Janda lolos dari jeratan hukum. Menurutnya, surat edaran Kapolri Listyo Sigit itu melihat dinamika gaduhnya penerapan UU ITE yang kerap saling lapor.

Setidaknya ada dua kasus ujaran kebencian yang membuat Permadi Arya alias Abu Janda berurusan dengan Bareskrim Polri. Dia dipolisikan oleh Ketua KNPI Haris Pertama atas cuitannya tentang Islam agama Arogan, dan cuitan rasis ke Natalius Pigai.

Abu Janda telah menjalani pemeriksaan sebanyak dua kali. Dirinya juga telah melakukan klarifikasi dan meminta maaf kepada sejumlah pihak, dalam hal ini para elit Nahdatul Ulama dan PP Muhammadiyah.

Hampir sebulan, kabar kasusnya belum menemukan titik terang. Belum ada penetapan tersangka dalam kasus tersebut.

“Saya kira enggak karena itu, tapi merujuk pada dinamika yang ada, kegaduhan ramai saling lapor dan sejak awal memang Kapolri ini sebelum ada kasusnya Abu Janda itu dia (Kapolri) sudah ngomong bahwa restoratif justice itu kan, jadi saya kira bukan karena itu, secara luas bukan karena satu dua kasus itu,” kata Johan Budi saat dihubungi, Selasa (23/2).

Menurutnya, Kapolri Listyo Sigit ingin membawa Polri yang humanis. Dia bilang, Sigit ingin mengedepankan edukasi dan langkah persuasif.

“Jadi berdasarkan hukum humanis jadi kan dia (Kapolri Listyo) di dalam fit and proper waktu itu hukum itu juga perlu mengedepankan edukasi dan langkah-langkah persuasif,” tutur eks Jubir Presiden Jokowi ini.

Johan menuturkan, Kapolri ingin mengedepankan restoratif justice dalam penyelesaian perkara para pihak terkait UU ITE. Sehingga, antara pelapor dan terlapor di utamakan mediasi.

“Kemudian, di mediasi antara keduanya, kalau bisa misalnya si korban itu sudah cukup sampai di situ setelah di mediasi ya (kasusnya) tidak dilanjutkan, karena (pelaku) sudah minta maaf dan (korban) memaafkan, itu pidananya tidak dilanjutkan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat edaran (SE) terkait penerapan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Surat Edaran Nomor SE/2/II/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif itu ditandatangani langsung oleh Sigit pada 19 Februari 2021.

“Surat Edaran ini disampaikan untuk diikuti dan dipatuhi oleh seluruh anggota Polri,” kata Sigit dikutip dalam SE tersebut, Senin (22/2/2021).

Ada 11 poin dalam SE tersebut, pada poin i, disebutkan bahwa tersangka pelanggaran UU ITE tidak akan ditahan bila dia sudah meminta maaf kepada korban. Sekalipun korban masih tetap ingin menyelesaikan perkaranya ke pengadilan.

Selain itu, dalam poin i juga disebutkan bahwa tersangka akan diberikan ruang mediasi, sebelum berkas diajukan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Seperti yang diketahui, sebelumnya Sigit pernah mengungkapkan bahwa dia akan mengedepankan mediasi daripada pemberian sanksi atau menahan para pelaku pelanggaran UU ITE.

Berikut bunyi poin i: “Korban yang tetap ingin perkaranya diajukan ke pengadilan namun tersangkanya telah sadar dan meminta maaf, terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan dan sebelum berkas diajukan ke JPU agar diberikan ruang untuk mediasi kembali”.

Poin lain dalam SE ini juga menginstruksikan Polri untuk mengedepankan restorative justice, terkecuali perkara yang berpotensi memecah belah bangsa ini, atau mengandung SARA, radikalisme, separatisme.

Sebagai informasi, SE ini dikeluarkan sebagai upaya Polri menegakkan hukum yang dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Sehingga, Polri juga diminta untuk melakukan pengawasan berjenjang.

Berikut bunyi poin H: “Terhadap para pihak dan/atau korban yang akan mengambil langkah damai agar menjadi bagian prioritas penyidik untuk dilaksanakan restorative justice terkecuali perkara yang bersifat berpotensi memecah belah, SARA, radikalisme, dan separatisme.

Trending

Exit mobile version