Korut Larang Anak Muda Gunakan Bahasa ‘Gaul’ Korea Selatan


Bendera Korea Utara (ilustrasi). (Foto: AFP)

Media pemerintah Korea Utara melarang anak-anak mudanya menggunakan bahasa ‘slang’ atau bahasa gaul dari Korea Selatan dan meminta mereka berbicara menggunakan bahasa standar Korea Utara.

Selain itu ada juga peringatan baru, larangan mengikuti fesyen, gaya rambut, dan musik Korea Selatan.

Larangan terbaru ini merupakan bagian mencegah pengaruh asing, yang disertai dengan hukuman keras.

Mereka yang ditemukan melanggar terancam hukuman penjara atau bahkan eksekusi mati.
Koran Rodong Sinmun memperingatkan para milenial bahaya mengikuti budaya populer Korea Selatan.

“Penetrasi ideologi dan budaya di bawah papan nama borjuis yang berwarna-warni jauh lebih berbahaya daripada musuh yang angkat senjata,” tulis artikel di koran tersebut, dikutip dari BBC, Senin (19/7). Artikel itu menekankan, bahasa Korea berdasarkan dialek Pyongyang lebih unggul, dan kaum muda harus menggunakannya dengan benar.

Korea Utara baru-baru ini berusaha menghilangkan bahasa gaul Korea Selatan, misalnya seorang perempuan memanggil suaminya “oppa” – yang berarti “kakak laki-laki” tetapi sering digunakan untuk menyebut pacar.
Pengaruh asing dipandang sebagai ancaman oleh rezim komunis Korea Utara dan pemimpinnya, Kim Jong Un.

Baru-baru ini, Kim menyebut K-pop sebagai ‘kanker ganas’ yang merusak anak muda Korea Utara, menurut New York Times.

Siapapun yang tertangkap mengikuti media dari Korea Selatan, Amerika Serikat atau Jepang menghadapi hukuman mati. Mereka yang tertangkap menonton media dari negara tersebut menghadapi ancaman penjara selama 15 tahun.

Namun terlepas dari risikonya, pengaruh asing terus menyebar di Korea Utara, dan jaringan penyelundupan yang sangat canggih membawa media terlarang tersebut ke Korea Utara.

Beberapa pembelot Korea Utara mengatakan, menonton drama Korea Selatan berperan dalam keputusan mereka untuk membelot.

Yang Moo-jin, seorang profesor di Universitas Studi Korea Utara, mengatakan kepada Korea Herald, Kim Jong Un yang dididik di Swiss, “sangat menyadari bahwa K-pop atau budaya Barat dapat dengan mudah meresap ke generasi muda dan memiliki dampak negatif, berdampak pada sistem sosialisnya”.

“Dia tahu bahwa aspek budaya ini dapat membebani sistem. Jadi dengan menghapusnya, Kim mencoba mencegah masalah lebih lanjut di masa depan.” 

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>