Kemerdekaan yang Belum Merdeka


Ilustrasi Kemerdekaan.AKTUALITAS.ID

Tepat pada Selasa , 17 Agustus 2021 Indonesia merayakan Hari Kemerdekaan ke-76. Mengingat perjuangan para pahlawan, hari kemerdekaan dianggap sebagai simbol lepasnya Indonesia dari belenggu penjajahan.

Perjuangan para pahlawan Indonesia mencapai puncaknya ketika proklamasi kemerdekaan dibacakan oleh Soekarno dan Moh. Hatta 76 tahun yang lalu. Proklamasi tersebut menjadi tanda Indonesia sudah merdeka dan terlepas dari jajahan bangsa manapun.

Usai kemerdekaan digaungkan, perjuangan bangsa Indonesia belum berakhir. Kemerdekaan bukan hanya soal lepas dari penjajahan, tapi bagaimana bangsa tersebut dapat berdiri sendiri dalam memajukan negara dan rakyatnya.

Bangsa Indonesia harus dapat mewujudkan cita-cita dan mimpi yang sudah dirumuskan dalam persiapan kemerdekaan. Cita-cita dan mimpi tersebut menjadi wujud dari kemerdekaan yang sesungguhnya. Nyatanya, cita-cita sebagai wujud kemerdekaan tersebut belum sepenuhnya merdeka.

Sudah dua tahun terakhir bangsa Indonesia merayakan hari kemerdekaan dalam keadaan yang memilukan. Pandemi yang melanda hampir di seluruh belahan dunia juga berdampak di Indonesia. Indonesia mengalami krisis pada bidang kesehatan dan bidang-bidang lainnya.

Korban jiwa yang terus bertambah dan roda ekonomi yang tertahan membuat bangsa Indonesia harus terus berjuang menghadapi pandemi. Tepat pada hari kemerdekaan, bangsa Indonesia harus menunjukkan semangat perjuangannya untuk kembali memulihkan keadaan di Indonesia.

Keadaan yang kian sulit menunjukkan adanya ketidakmampuan pemerintah untuk melindungi rakyatnya dari krisis. Kebijakan yang diambil terkadang tidak berpihak kepada rakyat dan malah menyusahkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa salah satu cita-cita Indonesia yang belum terwujud, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Mewujudkan cita-cita bangsa memanglah tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya pemerintah. Namun, di keadaan yang sulit ini pemerintah harus dapat memberikan perlindungan kepada seluruh rakyat dengan memenuhi kebutuhannya.

Tidak jarang pemerintah menetapkan kebijakan yang membuat rakyat tidak memiliki pilihan, yaitu harus keluar mencari nafkah dengan membahayakan kesehatan dirinya. Tidak adanya pilihan tersebut menunjukkan rakyat Indonesia belum sepenuhnya merdeka.

Sebagaimana bunyi alinea kedua UUD 1945 menengaskan bahwa pendiri negeri ini baru sebatas mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia. Artinya bangsa Indonesia belum membuka gerbang tersebut apalagi sampai masuk ke dalamnya.

Kinerja yang kurang maksimal dari pemerintah menimbulkan kecemasan pada rakyat mengenai kemampuannya dalam memberikan pelayanan. Akibatnya, muncul kritik-kritik dari rakyat kepada pemerintah untuk mengingatkan bahwa kebijakan yang dibuatnya kurang tepat.

Kritik merupakan suatu hal wajar dalam sebuah negara demokrasi di mana rakyat memiliki kedaulatan tertinggi. Kritik dan pendapat dari rakyat sudah seharusnya menjadi hal yang didengar dalam pertimbangan pembuatan kebijakan. Hal tesebut juga tercantum pada sila ke-4 Pancasila mengenai kerakyatan yang diwakilkan oleh rakyat terpilih.

Namun lagi lagi, wakil rakyat yang terpilh juga tidak sepenuhnya memihak kepada rakyat. Wakil rakyat seringkali hanya mementingkan dirinya dan kelompoknya sendiri.

Pada masa yang semakin canggih ini, rakyat dapat menyampaikan kritik dan pendapatnya melalui berbagai bentuk dan cara. Ada rakyat yang menyampaikan kritik melalui media sosial, membuat tulisan-tulisan di media, dan berbagai cara lainnya. Salah satu bentuk kritik yang ramai diperbincangkan adalah kritik dengan cara sarkas di media sosial.

Contohnya terdapat pada kritik yang disampaikan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) di media sosial. Kritik tersebut disampaikan dalam bentuk gambar meme yang menyebutkan bahwa presiden merupakan “The King of Lip Service” yang memiliki arti sebagai seorang pemimpin yang pandai berbicara namun tidak sesuai dengan tindakannya.

Kritik tersebut berhasil menyita perhatian pemerintah dan langsung menindak pihak BEM UI untuk menghapus krtikan tersebut karena dianggap menjelekkan sosok presiden. Hal tersebut menunjukkan bahwa rakyat tidak memiliki kebebasan untuk mengkritik pemerintah. Kehadiran UU ITE juga semakin membatasi pergerakan rakyat untuk melakukan kritik kepada pemerintah.

Contoh lainnya dapat dilihat pada kasus penghapusan seni mural yang dianggap mengkritik pemerintah. Seni mural merupakan salah satu cara kreatif untuk mengeskpresikan pendapat dan kritik kepada pemerintah. Sejauh ini ada tiga seni mural yang dihapus oleh pemerintah, yaitu gambar sosok presiden yang bertuliskan “404: Not Found”, mural bertuliskan “Tuhan, Aku Lapar”, dan mural bertuliskan “Dipaksa sehat di negara yang sakit”.

Cara dengan seni mural juga terbukti berhasil menyita perhatian pemerintah dan langsung ditindak dengan cara menghapusnya. Pembuat seni mural tersebut juga langsung diburu oleh penegak hukum. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah yang anti kritik dan tidak mewujudkan kebebasan berpendapat sesuai dengan nilai demokrasi. Seni mural yang multitafsir menunjukkan bahwa pemerintah terlalu takut dikritik sehingga lebih memilih untuk menghapusnya.

Pemerintah yang bersikap anti kritik tersebut menunjukkan belum terwujudnya kemerdekaan rakyat dalam berpendapat. Rakyat tidak memiliki kebebasan untuk berekspresi dan berpendapat kepada pemerintah. Pemerintah mencederai nilai demokrasi yang memberikan rakyat kedaulatan tertinggi.

Sejatinya, demokrasi merupakan sebuah sarana yang dirumuskan para pejuang untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia. Sarana yang tidak digunakan dengan baik tidak akan dapat mewujudkan cita-cita yang diimpikan. Akhirnya, cita-cita kemerdekaan hanyalah sebuah khayalan dari para pahlawan.

Berjuanglah terus agar alinea kedua UUD 1945 itu menjadi milik semua rakyat Indonesia! [Fadhil/KBH]

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>