Usai Kudeta Taliban di Afghanistan, Densus 88 Antisipasi Ancaman Teror


densus 88, polisi, teroris, condet,
Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri meringkus terduga teroris di wilayah Condet, Jakarta Timur, Senin (29/3). Penggerebekan itu dilakukan di Jalan Raya Condet, RT 005/RW 003, Kelurahan Bale Kambang, Kecamatan Kramat Jati, Jaktim.AKTUALITAS.ID/Munzir.

AKTUALITAS.ID – Kepala Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri Inspektur Jenderal Martinus Hukom melihat ada tiga kemungkinan yang perlu disikapi dan diantisipasi dari dampak kemenangan kelompok militan Taliban di Afghanistan terhadap situasi di Indonesia.

Alasan pertama, Martinus menyebut jika secara historis antara Taliban dengan gerakan aksi teror di Indonesia kerap kali memiliki keterkaitan, seperti antara tahun 1980-1990-an yang di mana Negara Islam Indonesia (NII) turut mengirimkan orang untuk berlatih di Afghanistan.

“Kalau tidak salah kita indentifikasi kurang lebih 200 orang dan saat ini orang-orang itu menjadi figur-figur central dari pada kelompok-kelompok terorisme. Dan secara historis ini akan terus mereka angkat lagi membuka lembaran lama membangkitkan semangat baru sel-sel di Indonesia,” kata Martinus dalam diskusi virtual, Selasa (31/8/2021).

Kedua, Martinus menyebut kemenangan Taliban saat ini juga telah dijadikan sebagai motivasi dan pengaruh sacara psikologi bagi para kelompok-kelompok teroris untuk mencoba mengimplementasikan cara Taliban di Indonesia.

“Kalau Taliban berhasil kenapa kita tidak bisa. Oleh karena itu ketika kita operasi kita menemukan adanya mereka membentuk sel-sel baru di media sosial lalu membahas berdiskusi tentang keberhasilan Taliban menguasai panggung politik di Afghanistan. Ini bisa menjadi model bagi mereka untuk melakukan hal yang di Indonesia,” tuturnya.

Terakhir ketiga, lanjut Martinus, aspek lain dari Taliban yang kini sudah mulai dilirik oleh kelompok-kelompok teroris seperti ISIS-K atau ISIS Provinsi Khurasan yang berdiam di Afghanistan serta kelompok Al-Qaeda yang mulai mempengaruhi dominasi Taliban.

“Saya melihat bahwa, Taliban kemungkinan besar tidak akan besar berhasil mengatrol gerakan ISIS tadi. Buktinya kita lihat adanya bom besar yang terjadi melukai orang -orang disana yang dilakukan ISIS ditengah keramaian,” katanya.

“Kemudian kita lihat Afganistan Taliban mempunyai hubungan harmonis dengan Al-Qaeda dalam sejarahnya. Apakah ini akan terjadi lagi, hubungan ini, kita tidak tahu dua tiga hari ke depan kita tidak bisa menjawab apa yang akan terjadi setelah Amerika meninggalkan Afghanistan,” lanjutnya.

Karena beberapa kemungkinan tersebut, Martinus mengkhawatirkan jika potensi paling terburuk bila Afghanistan yang nanti bisa menjadi tujuan bagi para kelompok teroris melatih personelnya untuk dikirim bertempur di negara-negara lain, seperti Indonesia.

“Di samping bertempur mereka melatih diri kemudian balik ke sini seperti sejarah menggungkap kepada kita dan melakukan penyerangan di Indonesia seperti tahun 2000 sampai 2010 pasca mereka balik ke Indonesia setelah bertempur di Afganistan,” kata dia.

Namun demikian, Martinus bersama jajaran Densus 88 siap menindak tegas siapapun termasuk para kelompok teroris yang hendak ingin melancarkan serang-serangan di Indonesia sebagaimana UU Nomor 5 Tahum 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

“Bahwa terorisme diletakan sebagai pidana. Sehingga yang harus dilakukan adalah penegakan hukum dengan pendekatan criminal justice sistem yang ada. Harus dilakukan dengan pemetaan jaringan teror, intelijen untuk membuktikan suatu tindakan pidana,” ucapnya.

“Upaya akan mengutamakan preemtif strike jadi melakukan pencegahan penangkapan sebelum kejadian atau aksi teror terjadi. Dari penindakan hukum yang kita lakukan banyak sekali, lakukan pencegahan aksi teror yang ingin mereka lakukan,” tambahnya.

Pada kesempatan yang sama, Pengamat Intelijen Susaningtyas Kertopati meminta kepada seluruh jajaran penegak hukum baik Polisi dan TNI untuk mewaspadai kemenangan Taliban di Afghanistan yang bisa dijadikan glorifikasi untuk merekrut personel kelompok teroris baru.

“Kemenangan kelompok Taliban di Afghanistan juga perlu diwaspadai hal ini dapat menjadi glorifikasi dan justifikasi bagi bangkitnya sel tidur terorisme di Indonesia,” katanya.

“Meski Neo Taliban saat ini bukan lagi berfikir terfokus dengan khilafah, tetapi mereka kemudian berfikir ada baiknya mereka mendirikan pemerintahan yang konteksnya Emirate,” tambahnya.

Oleh sebab itu, dia meminta kepada Polri dan TNI untuk segera berinovatif untuk mengembangkan sumber daya manusia yang secara akademis dan praktik dapat menutup ruang gerak masuknya ideologi radikalisme dan aksi terorisme.

Termasuk pemerintah melalui jajaran BNPT dan Kemendikbud perlu untuk menjadi aktof utama dalam memberikan pemanahan penanggulang radikalisme di masyarakat. Termasuk pengaruh sebadan pemamahan radikalisme melalui media sosial.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>