Konflik Agraria Meningkat dan Tak Berpihak ke Masyarakat, Komisi II Minta Sofyan Djalil Mundur


Menteri Agraria dan Tata Ruang, Sofyan Djalil, (Foto:Ist)

AKTUALITAS.ID – Kampanye reforma agraria yang terus digaungkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ternyata hanya jalan ditempat. Alih alih untuk mengurangi, justru konflik agraria di Indonesia makin meningkat.

Pasalnya, program reforma agraria tersebut tidak dijalankan secara komprehensif oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang di komandoi Sofyan Djalil.

Oleh karena itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang meminta Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil untuk mundur dari jabatannya. Dia menilai, Sofyan Djalil kerap mementingkan para pengusaha dan mengabaikan hak hukum atas tanah masyarakat.

“ Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil sudah selayaknya mengundurkan diri dari kabinet Presiden Jokowi. Program Presiden Joko Widodo dalam bidang pertanahan adalah upaya mensejahterakan masyarakat bukan sebaliknya,” ungkap Junimart kepada wartawan, Sabtu (30/10/2021).

Hal tersebut diperparah dengan maraknya aksi mafia tanah yang justru melibatkan para oknum dari Kementerian ATR/BPN. Itu terjadi akibat aksi pembiaran yang selama ini dilakukan oleh Sofyan Djalil kepada para bawahannya.

“Permafiaan ini diamini oleh Sofyan Djalil dan memang ada yang dilakukan secara sistemik dan terstruktur. Menurut saya ini adalah buah dari pola pembiaran yang selama ini dilakukan oleh Menteri Sofyan Djalil,” bebernya.

Politisi PDIP ini juga yakin Presiden Jokowi tidak mengetahui fakta-fakta persoalan yang menguat selama ini. Dari polemik PTSL, Redis dan kasus lainnya di daerah.

Wajar jika banyak yang menyebut, Reforma agraria jauh dari harapan masyarakat. Padahal Presiden Jokowi berkali-kali mengingatkan bahwa keberadaan tanah harus sesuai pasal 33 UUD 1945.

“Harapan Presiden Joko Widodo terkait langkah Sofyan Djalil sudah jauh dari ekspektasi. Belakangan persoalan tanah semakin kompleks di daerah.Ini akibat ketidakmampuan Soyan Djalil dalam membawa Kementerian ATR-BPN lebih baik,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil menjatuhkan sanski disiplin kepada pegawai BPN yang terlibat penerbitan sertifikat hak milik (SHM) tanah seluas 7,78 hektare atas nama Abdul Halim di Cakung, Jakarta Timur.

Menurut Sofyan, SHM bernomor Nomor 4931/Cakung Barat itu diterbitkan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Kepala Kanwil BPN Provinsi DKI Jakarta Nomor 13/Pbt/BPN.31/IX/2019 tanggal 30 September 2019.

“Kementerian ATR/BPN telah menjatuhkan hukuman disiplin kepada pejabat ataupun pegawai yang terlibat dalam proses penerbitan SHM Nomor 4931/Cakung Barat atas nama Abdul Halim,” kata Sofyan dalam konferensi pers virtual, Rabu (2/6).

Dia memastikan, atas kasus tersebut, salah satu anak buahnya yang merupakan Mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN DKI Jakarta bernama Jaya telah diberhentikan secara tidak hormat.

Usai dipecat oleh Sofyan Djalil, Jaya mengajukan gugatan ke PTUN DKI Jakarta. Dalam persidangan minutasi tersebut PTUN DKI Jakarta membatalkan SK pemecatan Jaya yang di keluarkan Menteri ATR/BPN Soyfyan Djalil.

Putusan PTUN Jakarta tersebut telah ditayangkan dalam monitor Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN dengan nomor perkara 9/G/2021/PTUN.JKT yang berbunyi;

“Menyatakan batal Keputusan Tata Usaha Negara yang diterbitkan oleh Tergugat berupa Surat Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor : 420 /SK-KP.06/X/2020 Tanggal 27 Oktober 2020 tentang penjatuhan hukuman disiplin berupa pembebasan dari jabatan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi DKI Jakarta, atas nama Jaya, SH, MH,” demikian yang tertulis dalam monitor SIPP PTUN.

Selain itu, Jaya juga mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur atas penetapan dirinya sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi. Dari persidangan tersebut PN Jakarta Timur memutuskan Jaya tidak bersalah.

Hal itu tertuang dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP PN Jaktim), Rabu (27/10/2021) dengan nomor 11/Pid.Praper/2021/PN.Jkt.Tim berbunyi:

1.Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya.

2.Menyatakan tindakan termohon menetapkan pemohon sebagai tersangka dengan dugaan tindak pidana korupsi atas pembatalan 20 SHM beserta turunannya (38 SHGB) atas nama PT Salve Veritate dan penerbitan SHM No.4931 atas nama Abdul Halim seluas 77.852M2 yang terletak di Kampung Baru RT.0, RW.8 Kecamatan Cakung Barat, Kota Jakarta Timur yang diduga melakukan pemufakatan atau kerjasama secara melawan hukum antar penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat dana tau negara dengan memalsu buku buku atau daftaar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi yang dilakukan Sdr. Jaya, SH, MH, H Abdul Halim , dkk yang melanggar Pertama Pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64Ayat (1) KUHP Atau Kedua Pasal 21 Undangundang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan nepotisme Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan .oleh karenanya penetapan tersangka a qua tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

3.Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan tersangka atas diri pemohon oleh termohon.

4.Memerintahkan kepda termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada pemohon.

5.Memulihkan hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.

6.Membebankan biaya perkara kepada negara.

Meskipun SK Pemecatan dan Praperadilan Jaya telah dibatalkan oleh pengadilan. Namun hingga saat ini Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil belum melaksanakan putusan pengadilan tersebut.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>