Alasan Daging Babi Haram Dikonsumsi Dalam Islam, Publik Figur Harus Tahu!


Ilustrasi. Haram makan daging babi dalam Islam. (IST)

AKTUALITAS.ID – Dalam hukum Islam, memakan daging babi adalah haram.

Namun, baru baru ini sosial media tengah diramaikan dengan beredarnya pengakuan sejumlah publik figur Indonesia berinisial JF yang mengaku suka mengonsumsi daging babi meski dia beragama Islam. 

Hal ini pun memicu kritik publik dimana hukum mengonsumsi babi telah jelas dalam agama Islam.

Dalam sejumlah dalil dari ayat-ayat serta hadis, Allah SWT telah menjelaskan larangan-Nya untuk mengkonsumsi babi bagi umat muslim, seperti yang tertera dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 173:

اِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ بِهٖ لِغَيْرِ اللّٰهِۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Innamā harrama ‘alaikumul-maitata wad-dama wa laḫmal-khinzīri wa mā uhilla bihī lighairillāh, fa manidlthurra ghaira bāghiw wa lā ‘ādin fa lā itsma ‘alaīh, innallāha ghafūrur rahīm.

Artinya: “Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Akan tetapi, siapa yang terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Baqarah: 173)

Dilansir dari NU Online, Syekh Nawawi menjelaskan bahwa, meski ayat tersebut menyebut ‘daging babi,’ namun keharaman atas konsumsi babi berlaku pada seluruh bagian tubuhnya dan bukan dagingnya saja.

Di sisi lain, hukum mengenai haramnya babi untuk dikonsumsi menimbulkan sejumlah tanya. Mengapa daging babi dihukumi berbeda dibanding dengan daging hewan lainnya, seperti sapi, kambing, unta, dan lain-lain.

Dalam hal ini, Imam Ibnu Hajar Al-Haitami menjelaskan:

قَالَ الْعُلَمَاءُ : وَلِأَنَّ الْغِذَاءَ يَصِيرُ جَوْهَرًا مِنْ بَدَنِ الْمُتَغَذِّي فَلَا بُدَّ وَأَنْ يَحْصُلَ لِلْمُتَغَذِّي أَخْلَاقٌ وَصِفَاتٌ مِنْ جِنْسِ مَا كَانَ حَاصِلًا مِنْ الْغِذَاءِ ، وَالْخِنْزِيرُ مَطْبُوعٌ عَلَى أَخْلَاقٍ ذَمِيمَةٍ جِدًّا مِنْهَا الْحِرْصُ الْفَاحِشُ وَالرَّغْبَةُ الشَّدِيدَةُ فِي الْمَنْهِيَّاتِ وَعَدَمُ الْغَيْرَةِ فَحُرِّمَ أَكْلُهُ عَلَى الْإِنْسَانِ لِئَلَّا يَتَكَيَّفَ بِتِلْكَ الْكَيْفِيَّةِ الْقَبِيحَةِ

Artinya, “Ulama berkata: “Dan mengonsumsi babi hukumnya haram karena makanan akan menjadi jauhar (zat) pada tubuh orang yang memakannya, lalu ia pasti akan terpengaruh oleh akhlak dan sifat apa yang dimakannya. Padahal babi diciptakan sejak awal dengan mempunyai sifat-sifat yang sangat tercela, di antaranya kesenangan dan ketertarikan yang sangat kuat pada hal-hal yang dilarang dan tidak adanya rasa gairah atau kecemburuan padanya. Karenanya orang diharamkan memakannya agar sifat-sifat buruk babi itu tidak tumbuh pada dirinya,” (Ibnu Hajar al-Haitami, Az-Zawajir ‘anil Iqtirafil Kabair, juz II, halaman 68).

Berdasarkan penjelasan di atas, babi diciptakan Allah SWT dengan sifat lahiriahnya yang buruk dan tercela. Di sisi lain, kebaikan dan keburukan dari suatu makanan, baik dilihat dari sisi kesehatan, kebersihan, hingga status haram-halalnya, dapat memberikan pengaruh bagi pengonsumsinya.

Maka dari itu, meski daging babi diolah dan tersaji dengan cara yang sehat dan bersih, namun kandungan buruk dari sifat babi yang tetap terkandung di dalamnyalah yang membuat babi tetap haram untuk dikonsumsi dalam agama Islam.  (RAFI)

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>