Connect with us

NASIONAL

Aset KBRI Paris Terancam Disita: Negara Siapkan Langkah Hukum Hadapi Kasus Navayo

Aktualitas.id -

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra,Dok: aktualitas.id

AKTUALITAS.ID Aset properti milik Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Paris kini berpotensi disita akibat eksekusi putusan arbitrase yang melibatkan perusahaan satelit Navayo International AG. Penegasan ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, dalam konferensi pers setelah rapat koordinasi pada Kamis (20/3/2025).

Kasus ini bermula dari kontrak pengadaan bagian satelit untuk Kementerian Pertahanan yang ditandatangani pada tahun 2016, yang berujung pada gugatan Navayo senilai US$23,4 juta setelah proyek tidak dapat dilanjutkan karena kendala anggaran. Pengadilan Internasional di Singapura telah memutuskan bahwa Indonesia wajib membayar US$16 juta kepada Navayo. Jika pembayaran tidak dipenuhi, satu-satunya langkah lanjut bagi perusahaan adalah meminta penyitaan aset negara di Prancis.

“Situasi ini sangat serius. Meskipun kami menghormati putusan pengadilan, terdapat alasan kuat untuk menghambat pelaksanaannya,” kata Yusril. Ia menyatakan bahwa penyitaan aset diplomatik bertentangan dengan Konvensi WINA, yang melindungi properti diplomatik dari eksekusi semena-mena.

Pemerintah Indonesia berkomitmen menyelesaikan kasus ini secara komprehensif untuk menjaga reputasi dan integritas di kancah internasional. Yusril menegaskan bahwa, selain mencari penghambatan penyitaan, pemerintah juga akan mempertimbangkan untuk menjadikan pihak Navayo sebagai tersangka pidana, berdasarkan temuan dugaan wanprestasi yang ada.

Audit BPKP menunjukkan bahwa nilai pekerjaan yang dikerjakan Navayo jauh lebih rendah daripada nilai kontrak, mengindikasikan adanya potensi korupsi. “Jika sudah cukup bukti, kami siap menindaklanjuti dengan permohonan ke Interpol untuk menangkap dan mengadili mereka di Indonesia,” ujar Yusril.

Pemerintah juga akan membentuk Satuan Tugas (Satgas) yang dipimpin oleh Deputi Bidang Koordinasi Hukum, Nofli, untuk memastikan penyelesaian yang transparan, adil, dan berlandaskan hukum yang kuat.

Dengan begitu, Indonesia berupaya untuk tidak hanya mempertahankan asetnya di Prancis, tetapi juga untuk mencegah kejadian serupa di masa depan dengan lebih hati-hati dalam menyusun kontrak internasional. “Kami akan memastikan adanya konsultasi dengan Kemenko Kumham dan Kementerian Hukum sebelum melakukan penandatanganan kontrak,” tutup Yusril.

Pemerintah diharapkan dapat mengatasi situasi ini secara efektif demi menjaga kedaulatan dan kehormatan negara di mata internasional. (Mun/Yan Kusuma)

TRENDING

Exit mobile version