Connect with us

Oase

Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Minimal Mahar dalam Islam

Published

pada

Ilustrasi. Mahar. (istimewa)

AKTUALITAS.ID – Mahar, atau maskawin, merupakan salah satu syarat wajib dalam pernikahan dalam Islam. Mahar adalah harta yang diberikan oleh pengantin pria kepada pengantin wanita sebagai tanda penghormatan dan komitmen. Ketentuan tentang mahar ini tercantum dalam Al-Qur’an, di mana Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa ayat 4:

وَاٰتُوا النِّسَاۤءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۗ فَاِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوْهُ هَنِيْۤـًٔا مَّرِيْۤـًٔا 

Artinya: “Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.”

Mahar bisa berupa barang, uang, atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Namun, ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai batas minimal mahar yang ditetapkan dalam Islam.

Pandangan Para Ulama tentang Batas Minimal Mahar

1. Pandangan Tanpa Batas Minimal

Sebagian ulama, seperti Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Imam Ishaq, Abu Tsaur, dan ahli fiqh Madinah, berpendapat bahwa tidak ada batas minimal mahar. Pendapat ini menyatakan bahwa setiap benda yang memiliki nilai dapat dijadikan mahar. Pendapat ini juga didukung oleh Ibnu Rusyd dalam bukunya “Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid”:

وَأَمَّا قَدْرُهُ فَإِنَّهُمْ اتَّفَقُوا عَلَى أَنَّهُ لَيْسَ لِأَكْثَرِهِ حَدٌّ وَاخْتَلَفُوا فِي أَقَلِّهِ فَقَالَ الشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ وَإِسْحَاقُ وَأَبُو ثَوْرٍ وَفُقَهَاءُ الْمَدِينَةِ مِنَ التَّابِعِينَ لَيْسَ لِأَقَلِّهِ حَدٌّ وَكُلُّ مَا جَازَ أَنْ يَكُونَ ثَمَنًا وَقِيمَةً لِشَيْءٍ جَازَ أَنْ يَكُونَ صَدَاقًا وَبِهِ قَالَ ابْنُ وَهْبٍ مِنْ أَصْحَابِ مَالِكٍ

Artinya: “Adapun mengenai besaran mahar maka para ulama telah sepakat bahwa tidak batasan berapa jumlah maksimal mahar. (namun) mereka berbeda pendapat mengenai batas minimalnya. Menurut Imam Syafi’i, Abu Tsaur, dan para fuqaha Madinah dari kalangan tabi’in tidak batasan minimal mahar, dan setiap sesuatu yang bisa diperjualbelikan atau bernilai maka boleh dijadikan sebagai mahar.”

2. Pandangan dengan Batas Minimal

Di sisi lain, Imam Malik dan Imam Abu Hanifah memiliki pandangan bahwa terdapat batas minimal untuk mahar. Imam Malik berpendapat bahwa batas minimal mahar adalah seperempat dinar emas atau perak seberat tiga dirham timbangan, sementara Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa minimal mahar adalah sepuluh dirham, dengan beberapa pendapat lain menyebutkan lima dirham atau empat puluh dirham.

Hadis dan Contoh Praktik

Hadis Rasulullah SAW juga memberikan panduan mengenai mahar. Dalam hadis Sahal bin Sa’ad As-Saidi, Rasulullah SAW bersabda:

التمس ولو خاتما ً من حديد 

Artinya: “Carilah walau hanya cincin besi.”

Hadis ini menunjukkan bahwa tidak ada batas minimal untuk mahar. Syekh Yusuf Qaradhawi juga menjelaskan bahwa Rasulullah SAW menikahkan putri-putrinya dengan mahar yang paling sederhana. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ مِنْ يَمْنِ الْمَرْأَةِ تَيْسِيْرُ صَدَاقُهَا 

Artinya: “Sesungguhnya nikah yang paling besar berkahnya ialah yang paling ringan maharnya.”

Perbedaan pendapat mengenai batas minimal mahar dalam Islam menunjukkan adanya fleksibilitas dalam praktik pernikahan. Beberapa ulama menganggap bahwa mahar dapat berupa nilai apa pun yang dapat diperjualbelikan, sementara ulama lainnya menetapkan batas minimal tertentu. Yang terpenting adalah mahar diberikan dengan kerelaan dan tidak bertentangan dengan ketentuan syariat. (YAN KUSUMA/RAFI)

Trending

Exit mobile version