Connect with us

RAGAM

Benarkah Durian Mengandung Alkohol? Lalu Apa Hukum Dalam Islam

Aktualitas.id -

Ilustrasi: Makan buah durian. (dok.yesdok)


AKTUALITAS.ID – Saat musim durian tiba, tak sedikit orang berbondong-bondong untuk memakannya. Buah ini disajikan dalam berbagai jenis makanan pun sudah enak, apalagi dimakan langsung.

Namun, di balik kelezatan dan aromanya yang khas, durian juga dikenal mengandung alkohol alami, khususnya pada buah yang sudah terlalu matang.

Hal ini menimbulkan pertanyaan bagi sebagian umat Muslim mengenai hukum makan durian dalam Islam.

Lalu, bagaimana sebenarnya hukum makan durian beralkohol menurut ajaran Islam dan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)? Berikut ini akan dibahas secara lengkap berdasarkan ketentuan MUI dan pandangan para ulama.

Sebenarnya, buah durian pada dasarnya tidak mengandung alkohol saat masih segar dan belum matang sempurna. Namun, ketika durian melewati masa matang atau menjadi terlalu tua, proses fermentasi alami terjadi di dalam buah.

Fermentasi ini mengubah beberapa kandungan gula menjadi alkohol. Meski demikian, kadar alkohol yang terbentuk dalam durian tidak diketahui secara pasti dan biasanya sangat kecil.

Fermentasi alami ini juga terjadi pada buah-buahan lain seperti nanas, jeruk, dan sebagainya. Oleh karena itu, keberadaan alkohol dalam durian bukan berasal dari proses pembuatan minuman keras, melainkan hasil fermentasi alami pada buah yang sudah matang.

Untuk menentukan durian haram dimakan atau tidak, perlu diketahui dahulu dua jenis alkohol yang dikenal dalam Islam. Mengutip laman LPPOM MUI, ada jenis alkohol yang diharamkan dan tidak.

Alkohol yang diharamkan antara lain berupa wine, tuak, sake, dan minuman beralkohol lainnya yang sengaja difermentasi untuk menghasilkan efek memabukkan. Semua jenis khamar ini hukumnya haram, baik diminum sedikit maupun banyak.

Ada pula alkohol yang tidak diharamkan, yaitu alkohol yang secara alami terdapat dalam buah-buahan matang dan produk jus buah. Buah-buahan matang tidak mengalami proses fermentasi khusus yang disengaja untuk memabukkan.

“Menurut kaidah fikih, khamar itu, banyak atau sedikitnya, sama hukumnya: haram. Tidak ada keraguan, tidak pula ada tawar-menawar,” tulis LPPOM MUI.

Namun, Imam Abu Hanifah memiliki pendapat yang sedikit berbeda. Menurutnya, khamar pasti mengandung alkohol. Namun tak semua alkohol bisa disebut khamar.

Salah satu contohnya, yaitu durian matang yang mengandung alkohol atau etanol karena proses fermentasi alami. Begitu pula dengan jus buah yang konon mengandung alkohol alami. Para ulama pun tidak ada yang mengharamkan buah durian dan buah lainnya.

Dalam Al-Qur’an dan hadis juga dijelaskan bahwa larangan khamar merujuk pada minuman yang memabukkan, bukan pada buah atau makanan yang secara alami mengandung alkohol berkadar rendah. 
Oleh karena itu, mengonsumsi durian yang masih alami dan tidak melalui proses pengolahan khusus tetap dianggap halal. 

Kalaupun ada yang mabuk setelah mengonsumsi durian, itu artinya orang tersebut mengonsumsinya secara berlebihan. Terkait hal ini, kita harus ingat pesan dalam Al-Qur’an:

“… dan makan serta minum-lah, tetapi jangan-lah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS Al Araf ayat 31)

Fatwa MUI Nomor 10 Tahun 2018 mengatur lebih terperinci tentang penggunaan alkohol jenis etanol dalam produk makanan dan minuman. Etanol sendiri merupakan senyawa kimia alkohol (C2H5OH) yang secara alami terdapat pada buah matang, termasuk durian.

Untuk keperluan komersial, etanol dibuat dari hasil sintetik dan fermentasi. Biasanya etanol digunakan dalam proses produksi sebagai bahan pelarut, pengekstrak, ataupun bahan sanitasi.

Masih mengutip dari laman LPPOM MUI, pada fatwa MUI Nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol disebutkan bahwa hanya etanol yang berasal dari khamar yang tak bisa digunakan untuk produk halal.

Kalau bukan berasal dari industri khamar, misalnya etanol sintetik atau hasil industri fermentasi non-khamar, boleh digunakan dengan batasan yang sudah diatur.

Dalam fatwa tersebut, kadar etanol pada produk akhir minuman ditoleransi kurang dari 0,5 persen asalkan secara medis tidak membahayakan. 

Adapun kandungan etanol pada produk akhir makanan dan produk antara seperti perisa atau bumbu-bumbuan, tidak dibatasi selama tidak berbahaya dari segi medis.

Jadi, makan durian dalam Islam hukumnya halal selama durian tersebut masih dalam kondisi alami dan tidak melalui proses fermentasi khusus yang menghasilkan minuman keras. 

Fatwa MUI Nomor 10 Tahun 2018 juga menegaskan, penggunaan etanol dalam makanan dan minuman boleh ditoleransi dalam batas aman dan tidak membahayakan kesehatan.

Dengan demikian, umat Islam tidak perlu khawatir mengonsumsi durian selama dalam batas wajar dan tidak berlebihan.

(Yan Kusuma/goeh)

TRENDING

Exit mobile version