Soal Harga Gula yang Jeblok, Anggota DPR Minta Kemendag Beri Solusi


Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam. Foto : Andri/Man

AKTUALITAS.ID – Anggota Komisi VI DPR RI yang membidangi perdagangan, Mufti Anam, meminta pemerintah memperhatikan nasib petani tebu. Petani galau karena harga gula jeblok seiring besarnya arus impor.

Harga gula petani merosot menjadi Rp 10.600 per kilogram. Pedagang enggan membeli gula petani dengan harga memadai karena sudah memegang gula impor.

“Impor besar-besaran yang berbarengan dengan masa giling puluhan pabrik gula berbasis tebu petani adalah bencana besar bagi petani. Saya sudah mengingatkan tentang ini sejak awal,” ujar politikus PDI Perjuangan tersebut, Rabu (17/6/2020).

“Kalau tidak ada intervensi, gula petani bisa jeblok ke batas harga pembelian pemerintah Rp 9.100 per kilogram. Padahal, biaya produksi sudah di atas itu. Ini saya kontak dengan beberapa petani di Jatim. Kasihan petani kita,” imbuh Mufti.

Menurut Mufti, pangkal masalah ini adalah tiadanya analisis manajemen pasokan yang tepat dari Kementerian Perdagangan (Kemendag). Jika Kemendag melakukan analisis manajemen pasokan dengan tepat, sejak akhir 2019 sudah bisa dipetakan stok gula. Sehingga tidak terjadi kekurangan pasokan yang membuat harganya melambung di awal 2020. Fluktuasi harga pun lebih cepat diatasi.

“Harga yang melambung itu dijawab dengan impor, yang kelirunya sebagian berbarengan dengan masa giling puluhan pabrik gula di Jawa,” terangnya.

“Yang juga jadi masalah, impor gula yang telat sehingga berbarengan dengan musim giling tebu juga terjadi lantaran tertundanya pengurusan izin impor di Kemendag. Bulog mengeluhkan keterlambatan izin impor ini,” ujarnya.

Mufti menambahkan, sejak awal sudah mewanti-wanti Kemendag terkait waktu masuknya gula impor yang berbarengan dengan giling tebu petani. Semestinya, Kemendag bisa lebih cermat mengatur arus gula impor.

“Kapan datangnya, di mana pelabuhannya, untuk pasar mana saja? Semua harus diatur baik dan transparan. Belum lagi gula rafinasi disetujui masuk ke pasar gula konsumsi. Kalkulasi pasokannya harus tepat. Kalau tidak, yang jadi korban petani tebu,” ujar Mufti.

Sebagai solusi, Mufti memberikan alternatif. Pertama, pengolahan gula mentah (raw sugar) impor dan distribusinya harus ditunda agar tidak semakin menjeblokan harga gula petani.

“Kan itu ada ratusan ribu impor raw sugar yang diolah jadi gula konsumsi, tolonglah dihentikan dulu. Itu jelas lebih murah dibanding gula petani karena kulakannya memang murah. Simpan saja dulu raw sugar impor, toh bisa diolah beberapa bulan lagi. Kita prioritaskan nasib petani. Kemendag punya daya desak ke pelaku usaha untuk mengintervensi,” ujarnya.

Solusi kedua, pelaku usaha yang diberi izin impor ratusan ribu ton harus membeli gula petani. “Importir besar gula diajak dong beli gula petani dengan harga memadai, yang untung bagi petani dan untung bagi mereka. Win win solution,” pungkasnya.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>