Bunuh 39 Warga Sipil Afghanistan, 19 Anggota Pasukan Khusus Australia Dituntut


Ilustrai Palu Hakim

Pada Kamis (19/11), Australia menyampaikan 19 anggota dan mantan tentara akan dituntut terkait dakwaan kriminal karena diduga membunuh 39 penduduk lokal Afghanistan, sebagian besar ditangkap dan tak bersenjata.

Rincian temuan penyelidikan terkait perilaku personel pasukan khusus Australia di Afghanistan telah lama ditunggu-tunggu, khususnya mereka yang bertugas pada 2005 dan 2016. Jenderal Australia Angus John Campbell mengatakan ada informasi yang dapat dipercaya dari 39 pembunuhan di luar hukum oleh 25 personel Pasukan Khusus Australia dalam 23 insiden terpisah.

Campbell mengatakan, semua pembunuhan itu dilakukan di luar wilayah tugas.

“Temuan ini diduga menjadi pelanggaran paling serius atas perilaku militer dan nilai-nilai profesional,” jelas Campbell kepada wartawan di Canberra, dilansir Reuters, Kamis (19/11).

“Pembunuhan di luar hukum, terhadap warga sipil dan tahanan tidak pernah bisa diterima.”

Laporan tersebut menyatakan, mayoritas korban pembunuhan termasuk tahanan, petani, dan penduduk lokal lainnya, yang ditangkap kemudian dibunuh. Padahal mereka dilindungi hukum internasional.

Campbell mengatakan 19 anggota dan mantan anggota militer Australia akan dirujuk ke penyelidik khusus yang akan segera ditunjuk untuk menentukan apakah ada cukup bukti untuk diadili.

Menteri Pertahanan Australia Linda Reynolds pekan lalu mengatakan pihaknya telah diinformasikan bahwa penuntutan lokal akan menghilangkan dakwaan di Pengadilan Kriminal Internasional di Den Haag.

Laporan tersebut juga menyatakan adanya anggota pasukan khusus senior Australia memerintahkan pembunuhan orang-orang Afghanistan yang tidak bersenjata.

“Ada informasi yang dapat dipercaya bahwa tentara junior diminta oleh komandan patroli mereka untuk menembak seorang tahanan, sebagai capaian pembunuhan pertama prajurit tersebut, dalam praktik yang dikenal sebagai ‘blooding’,” bunyi laporan itu.

Begitu seseorang terbunuh, mereka yang diduga bertanggung jawab akan melakukan adegan perkelahian dengan senjata untuk membenarkan tindakan mereka.

Tindakan tersebut tidak segera terungkap karena adanya budaya kerahasiaan di mana informasi disimpan dan dikendalikan dalam patroli. Laporan tersebut merekomendasikan Canberra untuk memberi kompensasi kepada keluarga korban.

Perdana Menteri Australia, Scott Morrison berbicara dengan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani menjelang rilisnya laporan tersebut. Demikian kata seorang sumber yang mengetahui percakapan tersebut.

Australia telah menempatkan pasukan di Afghanistan sejak 2002 sebagai bagian dari koalisi yang dipimpin AS untuk memerangi milisi Taliban.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>