53 Aktivis Pro -Demokrasi Hong Kong Ditangkap Karena Dianggap Langgar UU China


Ilustrasi, Foto: Istimewa

Polisi Hong Kong menangkap 53 aktivis pro-demokrasi karena dicurigai melanggar Undang-Undang Keamanan Nasional. Sekretaris Keamanan John Lee mengatakan mereka ditangkap karena diduga berencana “melumpuhkan dan menggulingkan” pemerintah kota.

“Setidaknya 53 orang ditangkap karena kejahatan merongrong kekuasaan negara,” ujar pihak kepolisian setempat.

Dilansir dari CNN, dari 53 orang tersebut, enam diantaranya ditangkap karena mengatur dan merencanakan pemungutan suara tidak resmi pada Juli 2020. Pemilu tersebut dilakukan untuk menguasai legislatif, sementara 47 lainnya ditangkap karena berpartisipasi dalam pemilu tersebut.

Pemilu tidak resmi itu dirancang untuk memperkecil kandidat pro-demokrasi menjelang pemilu legislatif pada September.

Banyak dari mereka yang ditahan terdiri dari mantan anggota parlemen, aktivis, dan anggota dewan distrik terkemuka. Seorang pengacara Amerika, John Clance yang membantu pemilu juga ditangkap.

Polisi Hong Kong menangkap puluhan kandidat utama pemilu tidak resmi pada dini hari, menggerebek rumah-rumah di seluruh kota, beberapa outlet media, dan firma hukum.

“Penyelidikan sedang berlangsung, kami tidak akan mengesampingkan penangkapan lebih banyak orang,” kata polisi kepada wartawan

Meski pemilu akhirnya dibatalkan karena pandemi covid-19, tapi beberapa kandidat didiskualifikasi dan mereka yang berpartisipasi dalam pemilu tidak resmi berpotensi melanggar UU Keamanan.

“Dengan dukungan kekuatan eksternal, kelompok dan pemimpin oposisi dengan sengaja menyusun rencana untuk mengadakan apa yang disebut sebagai ‘pemilu utama’, yang merupakan provokasi serius bagi sistem pemilu saat ini dan menyebabkan kerusakan serius pada kejujuran dan keadilan pemilu Dewan Legislatif,” kata Kantor Penghubung, perwakilan tertinggi Beijing di Hong Kong.

Di Twitter, calon Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Anthony Blinken mengatakan bahwa “penangkapan besar-besaran demonstran pro-demokrasi adalah serangan terhadap mereka yang dengan berani membela hak-hak universal”.

“Pemerintahan Biden-Harris akan mendukung rakyat Hong Kong dan menentang tindakan keras Beijing terhadap demokrasi,” tambah Blinken.

Penangkapan massal yang terjadi pada Rabu (6/1) menandai peningkatan paling dramatis dan luas di bawah UU Keamanan Nasional sejak diterapkan pada 30 Juni 2020.

UU itu mengkriminalisasi pemisahan diri, subversi, terorisme, dan kolusi dengan kekuatan asing. UU itu menetapkan hukuman hingga penjara seumur hidup sebagai hukuman paling serius untuk semua pelanggaran tersebut.

Sejauh ini, orang-orang yang ditahan di bawah UU tersebut termasuk mantan anggota parlemen Partai Demokrat James To, Andrew Wan, dan Lam Cheuk-ting.

Sejumlah aktivis terkemuka dan mantan anggota parlemen termasuk pemimpin Umbrella Movement Lester Shum, pemimpin Partai Sipil Alvin Yeung, mantan jurnalis Gwyneth Ho, dan aktivis komunitas Eddie Chue juga ditangkap.

Aktivis demokrasi terkemuka lainnya, Joshua Wong, yang dipenjara akhir 2020 lalu juga sedang diselidiki. Rumahnya ikut digerebek pada Rabu pagi.

“Polisi juga menggerebek rumah Joshua karena diduga melanggar undang-undang keamanan nasional pagi ini saat dia ikut serta dalam pemilihan utama tahun lalu. 50+ aktivis demokrasi ditangkap,” cuit akun Twitter Joshua, Rabu (6/1).

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>