Usai 18 Pedemo Tewas, AS Bakal Beri Sanksi Baru ke Myanmar


Pemerintah Amerika Serikat, Inggris hingga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengecam sikap represif aparat keamanan Myanmar dalam menghadapi aksi unjuk rasa pada akhir pekan lalu hingga menewaskan 18 orang.

Menurut Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken, mereka akan tetap mendukung rakyat Myanmar menolak kudeta dan mempertahankan pemerintahan yang demokratis.

“Saya mengecam kekerasan yang mengerikan. Kami tetap mendukung penduduk Burma yang pemberani dan mengajak semua negara untuk mendukung mereka,” kata Blinken dalam cuitan melalui Twitter, seperti dikutip Reuters, Senin (1/3).

Secara terpisah, Penasihat Keamanan Nasional AS, Jake Sullivan, mengatakan mereka tengah menggodok sanksi baru jika junta militer Myanmar tetap menghadapi para pengunjuk rasa dengan kekerasan dan senjata.

“Kami akan terus berkoordinasi dengan sekutu dan mitra di kawasan Indo-Pasifik dan seluruh dunia untuk menjerat mereka yang bertanggung jawab terkait aksi kekerasan itu,” kata Jake dalam pernyataan pers.

“Kami tengah menyiapkan sanksi baru kepada mereka yang bertanggung jawab atas kekerasan dan kudeta,” ujar Jake.

Pemerintah AS sudah menerapkan sejumlah sanksi bagi perwira tinggi Angkatan Bersenjata Myanmar (Tatmadaw) yang dinilai bertanggung jawab atas kudeta dan aksi kekerasan kepada pengunjuk rasa. Sanksi itu berupa pembekuan aset milik Myanmar yang disimpan di lembaga perbankan dan finansial AS.

Sekutu AS, Inggris, juga mengecam aksi kekerasan yang dilakukan junta militer Myanmar terhadap para pengunjuk rasa.

“Kami bersama-sama dengan Amerika Serikat dan Kanada sudah menerapkan sanksi hak asasi manusia terhadap sembilan perwira tinggi militer Myanmar, termasuk panglima, atas peranan mereka dalam kudeta. Kami meminta dengan tegas supaya tindak kekerasan diakhiri dan praktik demokrasi dipulihkan,” demikian kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Inggris.

Secara terpisah, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, turut mengecam kekerasan yang terjadi terhadap pedemo Myanmar pada akhir pekan lalu.

“Penggunaan senjata mematikan dan penangkapan tanpa proses hukum terhadap para peserta unjuk rasa damai tidak bisa diterima,” kata Juru Bicara Sekjen PBB, Stephane Dujarric.

Jumlah korban meninggal dalam gelombang demo menentang kudeta di Myanmar pada akhir pekan lalu dilaporkan mencapai 18 orang.

Selain itu, Kantor Hak Asasi Manusia PBB melaporkan sebanyak 30 orang luka-luka dalam bentrokan antara demonstran dan aparat keamanan Myanmar di sejumlah kota pada akhir pekan lalu.

Menurut PBB jumlah korban meninggal dalam demo Myanmar pada akhir pekan lalu kemungkinan adalah yang tertinggi dalam satu hari. Jika benar, maka jumlah korban jiwa dalam gelombang unjuk rasa

PBB mendesak supaya seluruh negara anggota PBB tidak mengakui pemerintahan junta militer untuk memberikan tekanan diplomatik selepas kudeta pada 1 Februari lalu.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>