Polri : Bubuk Putih di Petamburan Rentan Digunakan Sebagai Molotov


Kabagpenum Polri, Kombes Pol Ahmad Ramadhan, Foto: Istimewa

AKTUALITAS.ID – Polri membantah bubuk putih yang ditemukan di bekas markas organisasi terlarang FPI di Petamburan, Jakarta Pusat adalah pembersih toilet.

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri, Kombes Ahmad Ramadhan memastikan, berdasarkan hasil penelitian tim Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) bubuk putih itu adalah bahan kimia yang potensi digunakan untuk bahan peledak.

“Hasil identifikasi tim Puslabfor yang telah melakukan identifikasi menyimpulkan bahwa barang yang ditemukan adalah bahan kimia yang berpotensi digunakan sebagai bahan baku pembuatan bahan peledak TATP,” kata Ramadhan kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (30/4/2021).

Dia menuturkan, bahan kimia yang ditemukan dapat dijadikan sebagai alat peledak, seperti bom molotov hingga bom Trinitrotoluena (TNT).

Triaseton Triperoksida (TATP) sendiri merupakan cairan aseton yang biasa digunakan sebagai bahan peledak.

“Rentan digunakan sebagai bahan pembuatan bom molotov, dan yang ketiga, bahan kimia yang merupakan bahan baku peledak TNT,” tambah Ramadhan.

Dia pun menolak berkomentar lebih lanjut mengenai bahan peledak yang menjadi bukti tersebut agar tak menjadi bahan pembelajaran bagi masyarakat umum secara rinci.

Dia hanya menegaskan bahwa pernyataan kuasa hukum Munarman yang mengklaim bahan-bahan tersebut sebagai cairan pembersih toilet adalah salah. Menurutnya, tak semua bahan yang ditemukan ialah merupakan bahan pembersih.

“Pada saat ditemukan, di antaranya ada pembersih toilet. Jadi bukan semua barang tersebut pembersih toilet. Diplesetkan bahwa yang ditemukan Densus adalah pembersih toilet,” katanya.

Munarman sebelumnya ditangkap Densus 88 di rumahnya di wilayah Pamulang, Tangerang Selatan pada Selasa (27/4) kemarin. Dia ditetapkan sebagai tersangka dalam aksus dugaan terorisme.

Hingga saat ini polisi juga belum menerbitkan surat penahanan untuk Munarman. Penyidik Densus 88 disebut memiliki waktu hingga 21 hari untuk melakukan proses pendalaman. Hal ini merujuk pada ketentuan Undang-undang nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>