Sahabat Rasulullah Ingatkan Pedihnya Sakaratul Maut


Ilustrasi Foto: Istimewa

Diriwayatkan dari Katsir bin Zaid, ketika Hakim bin Hizam sudah lanjut usia, matanya buta, kemudian ia mengeluh sakit dan sakitnya bertambah parah.

“Sungguh aku akan mendatanginya dan melihat apa yang dikatakannya. Ternyata Hakim menggerutu dan berujar. ‘La ilaha ilallah, aku mencintai-Mu dan takut kepada-Mu’. Dan, Hakim mengatakan hal itu sampai meninggal dunia.

Riwayat ini ditulis Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad bin Salman dalam kitabnya Irsyadul Ibad.

Ketika mengalami sekarat menjelang wafatnya Abu Hurairah menangis. Mereka bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?” Ia menjawab, ‘Jauhnya perjalanan, sedikitnya bekal, lemahnya keyakinan, dan takut jatuh dari atas Shirath ke neraka.'”

Ketika Muadz bin Jabal mengalami sakaratul maut, ia berkata, “Aku berlindung kepada Allah dari malam yang keesokan paginya ke neraka.”

Kemudian ia berkata, “Selamat datang dengan kematian, pengunjung yang menghilangkan, dan dengan kekasih yang datang ketika dibutuhkan titik, ‘Ya Allah sungguh aku takut kepadamu, komandan hari ini aku berharap kepadamu.”

Muadz melanjutkan munajatnya menjelang kematiannya.

“Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui kalau aku tak mencintai dunia dan tak ingin terus hidup di dalamnya untuk mendoakan sungai-sungai atau menanam pepohonan. Akan tetapi di dalamnya aku hanya suka ber haus-haus di terik matahari berpuasa, salat di malam yang dingin, mengisi waktu dengan ibadah, dan mendatangi para ulama dengan mengikuti mereka di majelis-majelis Dzikir.”

“Kemudian ia menghembuskan nafas terakhirnya. Semoga Allah merahmatinya,”

Tatkala Abu Darda menghadapi sakaratul maut ia merelakan jiwa dan raganya seraya berkata. “Hendaklah setiap orang beramal sebagai bekal untuk menghadapi sakaratul maut seperti yang aku alami ini. Hendaklah tiap orang beramal sebagai bekal untuk menghadapi saat-saat seperti aku alami ini.

“Kemudian ia menghembuskan nafas terakhirnya, semoga Allah merahmatinya.”

Syekh Abdul Aziz mengatakan, ketahuilah bahwa kepedihan yang menimpa badan sesungguhnya dirasakan melalui perantara roh. Apabila kepedihan itu telah sampai ke dalam roh itu sendiri, maka jangan tanyakan tentang kesusahan dan kepedihannya.

“Bahkan mereka mengatakan sesungguhnya kepedihan yang menimpa roh itu lebih keras daripada hujaman pedang, potongan gergaji dan gunting,” katanya.

Syekh Abdul Aziz mengatakan, mengapa ia tak mampu berteriak, kendati kepedihan yang dirasakannya, karena begitu dalamnya rasa sakit dan kesengsaraannya, sehingga kepedihan itu mengalahkan semua kekuatannya dan melemahkan semua anggota badannya. Dengan kondisi demikian tak tersisa lagi kekuatannya untuk meminta pertolongan dan bantuan.

” Adapun akal, kepedihan itu menutupinya dan mengaburkannya, adapun lidah, kepedihan itu membisukannya. Sedangkan tangan dan kakinya, kepedihan itu melumpuhkan dan melemahkannya,” katanya.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>