Soal Pidato Jokowi, ICW : Isu Korupsi Dikesampingkan


Presiden Joko Widodo berpidato dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Tahun 2021 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen MPR/DPR-DPD, Senayan, Jakarta, Senin (16/8/2021). Sidang ini dilakukan secara luring dan daring dengan menghadirkan sejumlah tamu undangan. Adapun 60 undangan yang akan hadir secara fisik adalah presiden den wakil presiden, pimpinan MPR (10 orang), ketua fraksi/kelompok DPD (10 orang), pimpinan DPR (5 orang), ketua fraksi di DPR (9 orang), pimpinan DPD (4 orang), perwakilan subwilayah (4 orang) dan sisanya menyaksikan secara virtual. AKTUALITAS.ID/POOLAKURAT.CO/Sopian

AKTUALITAS.ID – Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak lagi mempunyai komitmen memberantas korupsi. ICW menilai masa depan pemberantasan korupsi semakin mengkhawatirkan.

Hal itu disampaikan ICW sebagai respons Pidato Kenegaraan Jokowi dalam rangka perayaan kemerdekaan Indonesia ke-76 yang nihil membahas isu tersebut.

“Tentu ini mengindikasikan bahwa pemerintah kian mengesampingkan komitmennya untuk memerangi kejahatan korupsi,” ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, melalui keterangan tertulis, Senin (16/8/2021).

Kurnia hilang harap terhadap isu pemberantasan korupsi dengan melihat situasi yang terjadi saat ini. Dalam hal ini, ia menyinggung Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang semakin memburuk dengan nilai 37 pada 2020, turun tiga poin dari tahun sebelumnya.

“Hal ini telah menggambarkan secara gamblang kekeliruan pemerintah dalam merumuskan kebijakan pemberantasan korupsi. Alih-alih memperkuat, yang terjadi justru sebaliknya, pemerintah menjadi salah satu dalang di balik melemahnya agenda pemberantasan korupsi,” kata dia.

Ia menggarisbawahi empat hal pokok dari pidato kenegaraan Jokowi. Pertama, pemerintah minim upaya menuntaskan tunggakan legislasi yang mendukung penguatan pemberantasan korupsi.

Mulai dari Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset, RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal, hingga RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kedua, pemerintah abai dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja aparat penegak hukum. Kemudian, lanjut Kurnia, pemerintah gagal menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik. Poin ini merujuk pada fenomena rangkap jabatan yang makin marak terjadi.

“Data Ombudsman RI pada tahun 2019 menyebutkan setidaknya ada 397 komisaris BUMN terindikasi rangkap jabatan,” ungkap dia.

Poin keempat yakni pemerintah gagal dalam mengelola penanganan dan pemulihan pandemi Covid-19. Terlepas dari isu kesehatan dan ekonomi, terang Kurnia, ada sejumlah persoalan yang menjadi polemik seperti korupsi bantuan sosial (bansos) hingga konflik kepentingan pejabat publik terkait obat Ivermectin.

“Dengan berbagai permasalahan di atas lalu dikaitkan dengan pidato kenegaraan presiden, menjadi wajar jika masyarakat kemudian mempertanyakan ulang keseriusan pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi,” ucap Kurnia.

Staf Khusus Mensesneg, Faldo Maldini, menepis penilaian tersebut. Ia mengklaim pemerintahan Jokowi tetap berkomitmen untuk memberantas korupsi.

Ia berujar komitmen itu terlihat dari inovasi sistem Online Single Submission (OSS) untuk mempermudah perizinan yang bisa memutus mata rantai korupsi.

“Presiden tetap punya komitmen yang tegas dalam pemberantasan korupsi, termasuk menghadirkan tata kelola pemerintahan yang baik dan inovasi dalam reformasi birokrasi,” kata Faldo saat dihubungi, Senin (16/8).

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>