Desak Cabut Kepmenaker 104, Buruh Ancam Demo 21 Oktober


AKTUALITAS.ID – Sejumlah serikat buruh yang tergabung dalam Dialog Sosial Sektoral -Tekstil, Garmen, Sandang kulit (DSS-TGSL) mengancam menggelar aksi demo pada 21 Oktober mendatang.

Ketua Bidang Hubungan Kerja Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK-SPSI), Dion Untung Wijaya mengatakan demo bakal dilakukan jika pemerintah tidak mencabut Keputusan Menteri Tenaga Kerja (Kepmenaker) Nomor 104/2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja selama Pandemi Covid-19.

“Rencananya kami akan melakukan aksi ke Kementerian Tenaga Kerja untuk meminta mencabut Kepmenaker 104/2021, tapi semoga setelah konferensi pers ini ada respons dari pemerintah,” kata Dion dalam konferensi pers virtual, Kamis (7/10/2021).

Dion menilai Langkah Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah menerbitkan keputusan tersebut tak adil bagi para buruh terutama di masa pandemi Covid-19. Pasalnya peraturan tersebut mengatur perubahan hubungan kerja melalui cara dialog antara pekerja dan perusahaan.

Padahal di lapangan, dialog untuk menyampaikan hak-hak pekerja cenderung diabaikan oleh perusahaan. Pihaknya juga seringkali menyampaikan masukan pada Pimpinan Unit Kerja (PUK) di pabrik namun selalu dihalangi.

“Jadi anggota kami ke PUK menyampaikan aspirasi saja dihalangi, ketika ini disuruh berdialog dengan perusahaan bagaimana nanti hasilnya bisa equal,” kata dia.

Sementara itu, Ketua Umum Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI) Dian Septi Trisnanti, mengatakan Kepmenaker 104/2021 tersebut sama saja pengabaian Kementerian Ketenagakerjaan RI terhadap peran serikat buruh.

Padahal di masa pandemi Covid-19 ini, pemerintah harusnya mengedepankan kesejahteraan rakyat kecil seperti kaum buruh bukan pengusaha.

“Cabut Kepmenaker 104/2021, peraturan ini jelas melanggar hak asasi dan hak legal serikat buruh untuk mewakili anggotanya melakukan perundingan berkaitan dengan hak-hak kerja selama masa pandemi,” kata Dian.

“Peraturan ini juga melanggar hak buruh untuk dibela oleh serikat buruh, membiarkannya sendirian dalam relasi tak seimbang ketika masa pandemi Covid-19,” sambungnya.

Sebagai informasi, Kepmenaker 104/2021 merupakan aturan turunan dari Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11/2020.

Kepmenaker 104 tersebut memberikan perizinan perusahaan untuk mengatur ulang jumlah buruh, melakukan kerja bergilir (shifting), mengurangi jam kerja, di masa pandemi Covid-19.

Aturan tersebut dinilai bakal berdampak pada pengurangan upah, pengurangan atau penghapusan tunjangan, pemutusan kontrak kerja atau PHK.

Selain itu, perusahaan juga diperbolehkan berdiskusi mengenai upah dengan pekerja karena kesulitan saat masa pandemi Covid-19.

“Sementara kita tahu ada relasi kuasa antara pekerja dan perusahaan, bagaimana sistem ini bisa adil dengan kondisi seperti itu,” kata Dian.

Aliansi buruh menuntut pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan asertif untuk memastikan terjadinya perundingan kolektif dalam rencana negosiasi ulang hak-hak pekerja selama masa pandemi Covid-19.

Dian meminta pemerintah secara tegas membuat batas-batas apa saja yang bisa dirundingkan tanpa mengurangi hak-hak pekerja.

“Kemudian memberikan jaminan upah layak dan kerja layak bagi buruh,” katanya.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>