Berita
4 Syarat Sah Sholat Menurut Mazhab Imam Syafii
Terdapat sejumlah syarat yang harus dipenuhi demi sahnya sholat. Dalam fikih, pembahasan ini juga menjadi fokus para imam mazhab, salah satunya adala Imam Syafii. Imam Syafii menjabarkan sejumlah syarat sah yang disyariatkan dalam sholat Dalam Fikih Manhaji, tokoh kelahiran Gaza, Palestina itu menjabarkan empat syarat sahnya sholat. Berikut urutannya: Pengurus masjid melaksanakan shalat di Masjid […]
Terdapat sejumlah syarat yang harus dipenuhi demi sahnya sholat. Dalam fikih, pembahasan ini juga menjadi fokus para imam mazhab, salah satunya adala Imam Syafii.
Imam Syafii menjabarkan sejumlah syarat sah yang disyariatkan dalam sholat Dalam Fikih Manhaji, tokoh kelahiran Gaza, Palestina itu menjabarkan empat syarat sahnya sholat. Berikut urutannya:
Pengurus masjid melaksanakan shalat di Masjid Lautze di Jalan Lautze, Sawah Besar, Jakarta.
Pertama, suci. Yakni suci fisik dari hadas, suci badan dari najis, suci pakaian dari najis, dan suci tempat dari najis. Orang yang berhadas tidak sah sholatnya, baik berhadas kecil maupun berhadas besar. Hal ini didasarkan sabda Nabi, “Tidak ada sholat yang bisa diterima tanpa bersuci.”
Sedangkan suci badan dari najis dalilnya adalah sabda Nabi berkenaan dengan dua orang yang diazab dalam kubur, “Adapun salah seorang dari mereka tidak bersuci usai buang air kecil.”
Adapun suci pakaian dari najis diperlukan sebab tidak cukup hanya suci fisik saja dari najis. Tapi pakaian yang dikenakan juga harus suci dari semua najis. Dalilnya adalah firman Allah SWt dalam Alquran Surat Al Mudatsir ayat 4:
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ “Dan bersihkanlah pakaianmu.” Sedangkan suci tempat dari najis adalah tempat yang dipakai untuk sholat harus terbebas dari najis. Dalilnya adalah perintah Rasulullah SAW untuk menyiram tempat yang dikencingi Arab Badui di masjid.
Kedua, tahu masuknya sholat . Untuk mengetahui masuknya waktu sholat, dapat diketahui dengan salah satu dari ketiga cara berikut, yakni ilmu yang meyakinkan, ijtihad, dan taklid.
Orang yang belum dapat memastikan masuknya waktu sholat tidak boleh sholat, walaupun jika diteruskan akan diketahui bahwa sholat itu dilakukan pada waktunya.
Ketiga, menutup aurat. Menurut syariat, aurat adalah segala sesuatu yang harus ditutup dan tidak boleh dilihat. Batasan aurat dalam sholat bagi laki-laki adalah anggota badan antara pusar dan lutut sehingga tidak boleh ada bagian itu yang terlihat.
Adapun batasan aurat di luar sholat bagi laki-laki auratnya tetap antara pusar dan lutut di mana pun mereka berada selama masih di lingkungan wanita yang menjadi mahramnya.
Berbeda ketika dia berada di lingkungan wanita yang bukan mahramnya. Maka auratnya adalah seluruh badan selain wajah dan kedua telapak tangan menurut pendapat yang bisa dipegang. Dalilnya adalah hadis riwayat Ummu Salamah, dia bercerita:
كنْتُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَيْمُونَةُ فَأَقْبَلَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ حَتَّى دَخَلَ عَلَيْهِ ، وَذَلِكَ بَعْدَ أَنْ أَمَرَنَا بِالْحِجَابِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : احْتَجِبَا مِنْهُ . فَقُلْنَا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَلَيْسَ أَعْمَى لَا يُبْصِرُنَا وَلَا يَعْرِفُنَا ؟ قَالَ : أَفَعَمْيَاوَانِ أَنْتُمَا ، ألَسْتُمَا تُبْصِرَانِهِ ؟!
“Aku sedang bersama Rasulullah SAW yang waktu itu juga bersama Maimunah. Waktu itu datanglah Ibnu Ummu Maktum. Peristiwa ini terjadi setelah kami diperintahkan untuk berhijab. Maka Nabi SAW langsung berkata kepada kami, ‘Berhijablah karena keberadaannya’. Kami berkata, ‘Rasulullah, bukankah dia buta, tidak dapat melihat dan mengenal kami?’ Nabi bersabda, ‘Apakah kalian berdua juga buta? Bukankah kalian berdua dapat melihatnya?”.
Sedangkan bagi perempuan, batasan aurat adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan sehingga semua itu tidak boleh terlihat ketika sholat . Dalilnya adalah firman Allah SWT dalam Alquran surat Al A’raf ayat 31:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ
Yang artinya, “Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid.”
Dalam hadits, Sayyidah Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
لا يَقْبَل الله صلاة حَائض إلا بِخِمَار “Sholat wanita yang sudah baligh hanya diterima bila memakai penutup kepala.” (Hadis riwayat At Tirmidzi).
Imam Syafii menjelaskan, penutup kepala atau khimar wajib dipakai saat wanita mendirikan sholat . Jika penutup kepala wajib hukumnya, maka sudah tentu menutup seluruh anggota badan lebih diwajibkan lagi.
Keempat, menghadap kiblat. Dalil syarat sah ini jelas, firman Allah SWT dalam Alquran surat Al Baqarah ayat 150:
وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
Yang artinya, “Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, maka hadapkanlah wajahmu ke arah itu.”
-
Ragam24 jam lalu
Lesti Kejora Raih Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Usai Berjuang Selama 6 Tahun
-
Ragam20 jam lalu
“Keajaiban Air Mata Wanita”, Film Inspiratif tentang Perjuangan Seorang Ibu, Tayang Januari 2025
-
Nasional18 jam lalu
KPK Geledah Bank Indonesia Terkait Dugaan Korupsi Dana CSR
-
Olahraga19 jam lalu
Jakarta LavAni Resmi Gaet Taylor Sander, Tambah Kekuatan untuk Proliga 2025
-
Olahraga23 jam lalu
Shin Tae-yong Kritik Jadwal ASEAN Cup 2024: “Kelelahan Pemain Mengkhawatirkan”
-
POLITIK14 jam lalu
Dipecat PDIP, Gibran Fokus Bantu Presiden Prabowo
-
Nasional12 jam lalu
Komisi I DPR Cermati Usulan UU Batas Usia Akses Media Sosial
-
EkBis13 jam lalu
Sambut Nataru, 396 Mal Gelar Diskon Belanja Hingga 70 Persen