SKDR Desak Polisi dan Kejaksaan Tangkap Mafia Tanah dan Para Penjahat Agraria


Koordinator Serikat Kesadaran Daulat Rakyat, Rizal Ebiet ir

AKTUALITAS.ID – Semenjak dibentuknya Satgas mafia tanah dipertengahan bulan februari 2021 silam, yang merupakan lembaga satuan tugas kerjasama antara kepolisian dengan Kejaksaan Agung dan pihak kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Kami sesungguhnya terus mencermati dan memonitoring perkembangan dari gagasan dan program yang telah dilontarkan oleh Jenderal Listyo Sigit Prabowo, semenjak dirinya dilantik sebagai Kapolri Baru diakhir januari lalu.

Menurut Koordinator Serikat Kesadaran Daulat Rakyat, Rizal Ebiet ir, dalam kurun 6 bulan ini berjalan, sudah bukan waktu dan zamannya lagi gebrakan-gebrakan yang cuma sebatas statement dan lips service, apalagi ditengah menurunnya secara drastis tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum di 7 tahun era pemerintahan Jokowidodo ini dalam keterangan persnya, Jakarta, Minggu ( 14/11/2021).

Tegasnya lagi, upaya perwujudan dan terapan restorative justice dan agenda “Presisi” yang digaungkan akan lebih transparan berkeadilan kepada masyarakat ini, harus diuji komitmen dan konsistensinya dalam soal-soal yang terus mencuat muncul dipermukaan, agar pedang keadilan benar arahnya, bukan untuk melindungi para bromocorah tanah, atau melukai, menganiaya dan membunuh rasa kebenaran dan kesadaran rakyat.

Oleh sebab itu kami mendesak satgas mafia tanah kembali diefektifkan dan dibuka pintu selebar-lebarnya, karena didalam waktu dekat ini, kami melakukan berkonsolidasi bersama teman-teman NGO/LSM, ahli-pakar hukum, pengacara yang pro rakyat, mahasiswa hukum, dan kekuatan sipil lainnya untuk mengawal ini semua, membuka, me-litigasi dan membeberkan kemungkinan keterlibatan beberapa pejabat dalam konteks mafia tanah, secara nasional, yang diawali dari daerah pusat ibukota, DKI Jakarta, tambahnya.

Hal senada diungkapkan oleh Ketua KP3 (komite Pendukung Presisi POLRI), Ade Adriansyah Utama SH, yang juga tengah mengadvokasi beberapa kasus hukum di Jakarta, ia mensinyalir adanya kasus sengketa tanah yang meng-indikasikan korupsi anggaran dan melibatkan pejabat birokrasi dan aparat pada saat terjadinya sengketa, “Sehingga upaya rakyat mendapatkan hak ganti untung malah menjadi rugi” dan dipermainkan seakan akan dapat dijadikan sebagai mafia tanahnya.

Padahal dalam perjalanan kasus yang di tanganinya kontruksi hukum terlihat jelas pola permainan mafia tersebut. Data data itu pun sudah terkonfirmasi dan diserahkan kepada Serikat Kesadaran Daulat Rakyat untuk bersama sama dilaporkan ke presiden, kapolri, kejaksaan agar perkara ini dapat segera di proses tuntas.

“Karena ini bukan lagi persoalan gugat menggugat secara perdata tapi Sudah harus diangkat persoalan pidana dan korupsinya”, ungkap Ade Adriansyah, yang dihubungi secara terpisah.

Seperti misalnya kasus sengketa tanah di Cakung, ataupun kasus damkar dan laporan-laporan masyarakat lainnya sebagai korban kedzoliman para mafia tanah di beberapa titik wilayah Jakarta yang kini dokumennya tengah kami pelajari, dalam beberapa kasus kejahatan kaum mafia tanah ini patut diduga terdapat pula indikasi korupsi didalam pengadaan anggaran dengan bermain mata antara kepala dinas pejabat terkait dengan pemodal dan pengacara, mereka saling berkomplot sehingga terjadilah kasus kasus yang merugikan ahli waris dan rakyat juga Negara.

Karena Banyaknya laporan masyarakat ke meja kami menandakan bahwa kasus mafia tanah yang menindas rakyat, sebagai contoh khusus di DKI Jakarta banyak melibatkan oknum birokrasi, hal itu terindikasi bekerjasamanya mereka dengan pemodal dan pemain calo tanah juga pengacara-pengacara hitam, bahkan backing aparat!, tak jarang keterlibatan “oknum” petugas yang memutarbalikkan laporan-laporan masyarakat, tidak diberinya kesempatan kepada rakyat untuk melapor sehingga menjadi korban yang teraniaya, mereka dirugikan, mereka kehilangan harapan akan hak hidup sebagai warganegara, karena dirampas tanah tempat tinggalnya,” ujar “ebiet”, sapaan yang biasa dikenal diantara sesama karib aktivisnya, saat ia menjadi bagian dari dinamika pergerakan Mahasiswa Universitas Budi Luhur, medio 1998 silam, tersebut.

Penegak hukum (Kejaksaan POLRI, BPN) harus berani menggukap sampai ke akar2 nya, masyarakat hanya korban dari oknum yang mendapat keuntungan. Nanti harus Di bongkar potensi korupsinya bukan soal ganti ruginya. Karena melibatkan oknum Pemda dan pemodal serta pengacara hitam yg berulang kali menciptakan kerugian negara dalam proses pembebasan lahan sehingga nasib rakyat terkatung katung bukan soal ganti untung tapi malah beneran rugi, tutupnya.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>