Etika yang Harus di Miliki Seorang Pemimpin dalam Al-Quran dan Hadist


Ilustrasi. Al Qur'an. (IST)

AKTUALITAS.ID – Seorang pemimpin tidak hanya dituntut untuk dapat mengayomi anggotanya saja, tetapi juga harus dapat menerapkan etika-etika tertentu agar kepemimpinannya dapat berjalan dengan baik.

Mengenai etika pemimpin ini telah banyak dibahas dalam Al-Qur’an dan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para perawi. Etika pemimpin dalam Islam lebih mudahnya dapat dilihat melalui sifat-sifat yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW sebagai seorang pemimpin terbaik dalam sejarah.

Berikut ini merupakan etika-etika yang harus dimiliki pemimpin sesuai dengan Al-Qur’an dan hadist;

Siddiq

Siddiq dapat diartikan dengan berkata sesuai dengan fakta atau jujur. Dalam membangun sebuah kepemimpinan, seorang pemimpin harus dapat menerapkan sikap jujur sebagai salah satu etika dasar. Sikap jujur dapat mempengaruhi seorang pemimpin dalam mengambil sebuah keputusan yang adil bagi seluruh anggotanya.

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang terdapat dalam surat Al-Hujurat ayat 6, yaitu:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوٓا۟ أَن تُصِيبُوا۟ قَوْمًۢا بِجَهَٰلَةٍ فَتُصْبِحُوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَٰدِمِينَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Amanah

Amanah dapat diartikan sebagai dapat dipercaya atau terpercaya. Selain itu, amanah juga dapat berarti sesuatu yang dititipkan kepada seseorang. Dalam konteks kepemimpinan, amanah berarti tanggung jawab seputar kekuasaan sebagai orang yang paling dipercaya oleh anggotanya.

Jika seorang pemimpin tidak memiliki sikap amanah, maka ia juga dianggap tidak dapat bertanggung jawab dengan baik atas kekuasaan yang menjadi tugas dan wewenangnya. Dalam surat Al-Anfal ayat 27, Allah SWT berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَخُونُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ وَتَخُونُوٓا۟ أَمَٰنَٰتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.”

Mengenai amanah ini, Nabi Muhammad SAW juga bersabda dalam sebuah hadis, yang artinya: “Tidaklah sempurna iman seseorang yang tidak menjaga amanah” (H.R. Ahmad)

Fathonah

Fathonah berarti cerdas. Seorang pemimpin harus dapat bersikap cerdas, berwawasan luas, serta inovatif agar dapat memberi kemajuan terhadap anggota ataupun organisasi yang tengah dipimpin. Hal ini telah disinggung dalam surah Fatir ayat 28, yaitu:

وَمِنَ ٱلنَّاسِ وَٱلدَّوَآبِّ وَٱلْأَنْعَٰمِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَٰنُهُۥ كَذَٰلِكَ ۗ إِنَّمَا يَخْشَى ٱللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ ٱلْعُلَمَٰٓؤُا۟ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ

Artinya: “Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”

Tabligh

Tabligh dapat berarti menyampaikan, sikap ini berkaitan dengan berkomunikasi. Seorang pemimpin harus dapat berkomunikasi agar dapat membicarakan seputar inovasi yang dimiliki kepada para anggotanya. Berkomunikasi disini tentu saja harus sesuai dengan norma-norma kesopanan yang berlaku dalam agama dan negara.

Mengenai hal ini, Nabi Muhammad SAW bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, yaitu:

“Barang siapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka ia akan mendapatkan ganjaran pahala sebagaimana orang yang melakukan kebaikan itu.” (HR. Ahmad)

Dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat Nabi Muhammad SAW dapat dijadikan sebagai etika-etika utama dalam sebuah kepemimpinan yang sesuai dengan Al-Qur’an dan hadis. (YAN KUSUMA/RAFI)

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>