Connect with us

OTOTEK

Industri Otomotif Diterpa Tarif AS, Pakar ITB: Saatnya Ekspansi ke Pasar ASEAN, Timur Tengah dan Afrika

Aktualitas.id -

Ilustrasi- Ratusan mobil listrik baru merek BYD Explorer No 1 produksi BYD terparkir rapi sebelum dikirim ke pasar Eropa dari sebuah dermaga salah satu pelabuhan di China (14/1/2024). (Xinhua)

AKTUALITAS.ID – Kebijakan tarif resiprokal sebesar 32 persen yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap produk komponen otomotif Indonesia menjadi tantangan besar bagi industri otomotif nasional. Namun, di balik tantangan itu, tersimpan peluang emas yang bisa dimanfaatkan secara strategis.

Pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, mengungkapkan sejumlah langkah penting yang bisa ditempuh pelaku industri untuk menghadapi tekanan tersebut.

“Diversifikasi pasar ekspor secara agresif adalah kunci. Fokuslah pada kawasan ASEAN, Timur Tengah, Afrika, dan negara-negara lain yang juga terdampak oleh kebijakan Trump,” ujar Yannes, Rabu (10/4/2025).

Menurutnya, kawasan-kawasan tersebut memiliki potensi besar untuk menjadi pasar baru yang menjanjikan bagi produk otomotif Indonesia. Untuk itu, pelaku industri dituntut untuk meningkatkan kualitas produk, menciptakan inovasi desain, serta mengedepankan efisiensi dalam biaya produksi.

“Kualitas, inovasi, dan efisiensi adalah tiga pilar utama untuk memenangkan persaingan global,” tegasnya.

Tak hanya itu, Yannes menyoroti peluang besar dalam pengembangan komponen kendaraan listrik (EV) dan hibrida (HEV). Menurutnya, tren global yang semakin mengarah pada kendaraan ramah lingkungan harus dijadikan momentum bagi Indonesia untuk masuk ke dalam rantai pasok global.

“Pasar global sedang bergerak menuju elektrifikasi kendaraan. Ini peluang yang harus dimanfaatkan Indonesia untuk memperkuat posisinya di mata dunia,” katanya.

Menariknya, meskipun terkena tarif 32 persen, Indonesia masih lebih baik dibandingkan negara pesaing lain seperti Vietnam (46%), Thailand (37%), dan China (34%). Menurut Yannes, hal ini adalah keunggulan kompetitif yang tidak boleh disia-siakan.

“Indonesia harus cerdas memanfaatkan celah ini untuk memperluas pangsa pasar di AS dan memperkuat daya saing global,” ujarnya.

Yannes juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan lembaga riset guna menciptakan solusi strategis yang mampu menjawab tantangan ini secara komprehensif.

“Sinergi antara semua pemangku kepentingan menjadi kunci utama dalam menghadapi era baru perdagangan global,” tambahnya.

Dengan strategi yang tepat, Yannes optimistis industri otomotif Indonesia tak hanya bisa bertahan di tengah badai tarif AS, tetapi juga mampu tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan di pasar global. (YAN KUSUMA/DIN) 

TRENDING

Exit mobile version