Connect with us

RAGAM

Mengapa Partai Fasis Indonesia Tidak Bertahan Lama?

Aktualitas.id -

Gerakan pemuda bernama Surya Wirawan memberikan salut ala Nazi kala Mohammad Husni Thamrin pada 12 Januari 1941 di Jakarta. [Foto: Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies (KITLV)]

AKTUALITAS.ID – Pada masa awal 1930-an, geliat ideologi politik dunia turut bergaung hingga ke Hindia Belanda. Salah satunya adalah gagasan fasisme yang kala itu tengah menguat di Eropa. Namun, berbeda dengan Italia atau Jerman yang kala itu dipimpin tokoh-tokoh fasis, gagasan serupa justru gagal tumbuh di tanah air.

Catatan sejarah menunjukkan bahwa pada Juli 1933, sekelompok tokoh di Bandung, Jawa Barat, mendirikan sebuah organisasi bernama Partai Fasis Indonesia (PFI). Pendirinya dikenal sebagai Notonindito, seorang tokoh pergerakan yang pernah menjadi bagian dari Partai Sarekat Islam (PSI) dan Partai Nasional Indonesia (PNI).

Langkah Notonindito mendirikan PFI sempat mengejutkan kalangan pergerakan. Pasalnya, ideologi fasis yang diusungnya dianggap tidak sesuai dengan semangat kemerdekaan dan keadilan sosial yang diperjuangkan banyak kalangan saat itu.

Dalam manifesto politiknya, PFI disebut-sebut ingin membentuk pemerintahan yang kuat dan berdisiplin ketat, meniru sistem otoriter di Eropa. Namun gagasan ini justru bertolak belakang dengan nilai-nilai demokrasi dan semangat kebangsaan yang tengah berkembang.

Tak butuh waktu lama, Partai Fasis Indonesia pun ditolak keras oleh kaum pergerakan nasional. Banyak tokoh menilai bahwa ide fasisme tidak cocok diterapkan di Hindia Belanda, yang justru tengah berjuang melawan penjajahan dan menuntut kemerdekaan.

Penolakan luas itu membuat PFI kehilangan dukungan dan simpatisan. Hanya beberapa bulan setelah berdiri, aktivitas partai mulai meredup hingga akhirnya bubar tanpa jejak politik yang berarti.

Meski berumur pendek, kemunculan PFI menjadi catatan menarik dalam sejarah politik Indonesia. Ia menjadi contoh bahwa tidak semua ideologi asing bisa diterapkan di bumi nusantara. Semangat nasionalisme, gotong royong, dan kebebasan politik yang menjadi cita-cita para pendiri bangsa terbukti lebih kuat dibandingkan pengaruh ideologi totaliter dari luar. (Mun)

Continue Reading

TRENDING

Exit mobile version