Connect with us

Oase

Kisah Rasulullah SAW dan Ikatan Batu Pengganjal Rasa Lapar

Published

on

AKTUALITAS.ID – Salah satu kisah yang menggambarkan kesederhanaan hidup Nabi Muhammad SAW dapat ditemukan dalam peristiwa yang terjadi setelah beliau mengimami salat Isya berjamaah di masjid. Ketika Rasulullah SAW bergerak untuk rukuk dan sujud, terdengar bunyi “kletak-kletik” yang membuat para jamaah cemas. Mereka khawatir bahwa Rasulullah SAW sedang sakit, karena suara tersebut terdengar setiap kali beliau bergerak.

Usai salat, Umar bin Khattab yang khawatir bertanya, “Apakah engkau sakit, wahai kekasih Allah?” Namun, Nabi SAW dengan tegas menjawab, “Tidak, aku sehat walafiat.”

Meski demikian, Umar tetap penasaran dan menanyakan lebih lanjut, “Mengapa tiap kali engkau menggerakkan tubuhmu untuk rukuk dan sujud, terdengar bunyi berkeretakan? Mungkin engkau sakit?” Nabi SAW kembali menjawab, “Tidak. Aku segar bugar.”

Namun, melihat kekhawatiran para sahabat yang semakin mendalam, Rasulullah SAW membuka jubahnya. Ternyata, di balik tubuh beliau yang kurus, terikat sebuah kain yang diisi batu-batu kecil untuk mengganjal perutnya yang lapar. Batu-batu tersebutlah yang menghasilkan suara “kletak-kletik” ketika Nabi SAW bergerak.

Melihat itu, Umar bin Khattab dengan emosional berseru, “Ya Rasul, alangkah hinanya kami dalam pandanganmu. Apakah engkau kira jika engkau katakan lapar, kami tidak bersedia menyuguhkan makanan untukmu?”

Dengan senyuman, Nabi SAW menjawab, “Umar, aku mengetahui kalian sangat mencintaiku. Namun, di mana akan kuletakkan mukaku di hadapan Allah, apabila sebagai pemimpin justru aku membikin berat orang-orang yang kupimpin?”

Beliau melanjutkan, “Biarlah aku lapar, supaya manusia di belakangku tidak terlalu serakah sampai-sampai menyebabkan orang lain kelaparan.”

Kisah ini menggambarkan betapa besar rasa tanggung jawab yang dimiliki Rasulullah SAW terhadap umatnya. Meskipun sebagai seorang pemimpin yang memiliki kedudukan tinggi, beliau tidak ingin membebani rakyatnya, bahkan dalam hal yang paling mendasar seperti makan.

Istri beliau, ‘Aisyah, juga mengungkapkan kesedihannya setiap kali makan dengan kenyang, karena ia teringat betapa Rasulullah SAW tidak pernah makan kenyang, baik roti maupun daging berturut-turut selama dua hari.

Riwayat ini menunjukkan bagaimana kesederhanaan hidup Nabi Muhammad SAW tidak tergoyahkan oleh kedudukannya yang tinggi sebagai seorang pemimpin, nabi, dan rasul. Aisyah pun meriwayatkan, “Kadang-kadang sampai sebulan penuh terlewati tanpa api menyala di dapur kami. Kami hidup hanya dengan kurma dan air putih.”

Kisah ini menjadi pelajaran bagi umat Muslim tentang bagaimana kepemimpinan yang mulia harus dilandasi dengan kesederhanaan, tanggung jawab, dan kepedulian terhadap nasib orang banyak. (Damar Ramadhan)

Continue Reading

Trending