Korupsi Makin Merajalela, KPK Lakukan Pengawasan BUMN


Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). AKTUALITAS.ID / Kiki Budi Hartawan.

AKTUALITAS.ID – Korupsi di lingkungan perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) sudah terbilang kronis. Pimpinan perusahaan pelat merah tersebut seolah tidak berhenti terseret kasus korupsi dan tidak kapok melakukan korupsi. Merespons kondisi tersebut, KPK memperkuat pengawasan BUMN.

Teranyar kasus rasuah melibatkan Direktur Utama PT Perkebunan Nusanta (PTPN) III (Persero) Dolly P Pulungan. Bersama Direktur Pemasaran PTPN III (Persero) I Kadek Kertha Laksana, Dolly telah ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka suap distribusi gula. Penahbisan penyakit korupsi di BUMN sudah kronis tidaklah berlebihan jika melihat banyaknya kasus korupsi yang terjadi.

Pada 2019 ini saja ada empat direktur utama, termasuk mantan, dan empat direksi menjadi tersangka. Berdasarkan data penanganan kasus (perkara) di KPK, ada sekitar 35 jajaran BUMN yang menjadi pesakitan di KPK pada kurun 2013 hingga 2019. Selain itu, sepanjang 2017 hingga 2018 ada lima korporasi yang berurusan dengan KPK.

Secara lebih luas, sepanjang 2004 hingga Desember 2018 terdapat 238 pelaku korupsi dari pelaku usaha atau pengusaha swasta maupun BUMN yang diproses dalam berbagai delik tindak pidana korupsi (tipikor). Angka 238 menempati urutan kedua pelaku korupsi terbanyak setelah pelaku DPR dan DPRD yang mencapai 247 pelaku. Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif menyampaikan keprihatinannya akan terus terulangnya korupsi yang menyeret BUMN.

Dia pun menegaskan komitmen KPK untuk terus mengawasi BUMN. Selain karena besarnya dana yang dikelola, pelaksanaan tugas BUMN juga menyangkut hajat hidup orang banyak. “Kita juga berharap perusahaan-perusahaan BUMN menjadi contoh penerapan good corporate governance (GCG), tapi kenyataannya tidak. Makanya kita sesalkan,” ujar Syarief.

Pengawasan terhadap praktik-praktik korupsi di BUMN memang tidak boleh mainmain. Sebab, 100 BUMN yang ada mengelola dana yang tidak kecil, yakni mencapai Rp8.000-an triliun. Karena itulah Syarief menegaskan KPK akan terus mengingatkan agar perusahaan BUMN melaksanakan panduan pencegahan korupsi korporasi serta mengadopsi dan menerapkan secara konsisten ISO Anti bribery Management Systems.

“Personel KPK juga rencananya dipekerjakan menjadi senior integrity officer (SIO). Konsep SIO ini hampir serupa dengan di Malaysia. Saat ini belum berjalan, belum ada pegawai KPK yang ditempatkan di sana,” ucapnya. Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menegaskan, saat ini KPK sangat fokus melaksanakan fungsi trigger mechanism di seluruh perusahaan BUMN sebagai bagian dari pencegahan korupsi di sektor dunia usaha.

“Ba yangkan saja, aset berbagai BUMN itu Rp8.000 triliun, besarnya tiga kali dari APBN kita. Belum perannya BUMN kan untuk ekonomi dan penerimaan negara. Jadi kita masuk,” ujarnya.

Plt Sekretaris Jenderal KPK ini menuturkan pimpinan KPK bersama jajaran Kedeputian Bidang Pencegahan pernah duduk bersama Menteri BUMN Rini Mariani Soemarno membahas ihwal penempatan personel KPK di Kementerian BUMN dan perusahaan-perusahaan BUMN.

Untuk perusahaan BUMN, targetnya BUMN yang berisiko tinggi dan potensi sumbangsih besar ke APBN. Menurut Pahala, Menteri BUMN menyetujui usulan KPK tersebut kemudian bersama-sama KPK memformulasikan bagaimana penempatan sejumlah personel KPK di BUMN. Pahala menuturkan, saat ini KPK telah menginventarisasi 10 perusahaan BUMN besar untuk ditempati sejumlah personel KPK.

Masing-masing BUMN dimaksud adalah BPJS Ketenagakerjaan mengelola dana Rp370 triliun; PT Tabungan dan Asuransi Pensiun (Taspen, Persero) mengelola dana Rp230 triliun; PT Asabri (Persero); dana haji yang ditangani Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Selanjutnya Bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) mencakup PT Bank Rakyat Indonesia (BRI, Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (BNI, Persero) Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, dan PT Bank Tabungan Negara (BTN, Persero) Tbk; PT Perusahaan Listrik Negara (PLN, Persero); dan PT Pertamina (Persero).

Dari 10 ini yang sudah meminta langsung ke KPK dan bersedia adalah BRI. Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Trimedya Panjaitan menandaskan, terus berulangnya dugaan korupsi di tubuh BUMN setiap tahun mestinya menjadi pelajaran serius bagi Menteri BUMN Rini Mariani Soemarno.

Dalam pandangannya, selama ini pengawasan dan kontrol dari Menteri BUMN ke perusahaan-perusahaan BUMN sangat kurang dan lemah. Selain itu, koordinasi antara Kementerian BUMN dengan kementerian dan lembaga terkait juga sangat lemah. “Kementerian BUMN harus segera berkonsolidasi dengan menertibkan perusahaan-perusahaan BUMN. Dari dulu kan kita ingatkan di BUMN-BUMN itu rentan terjadi korupsi, apalagi (perusahaan BUMN) yang menangani proyek-proyek infra struktur,” tegas Trimedya kepada KORAN SINDO.

Pengamat manajemen dari PPM School of Management Wahyu T Setyobudi menilai, terus terulangnya kasus OTT di lingkungan BUMN menegaskan bahwa mereka butuh pembenahan terus-menerus oleh pemerintah. Di sisi lain, dia mengaku transformasi seluruh BUMN disebutnya bukan perkara mudah karena kesenjangan antara BUMN yang berkinerja tinggi dan rendah sangat signifikan.

Menyerahkan Diri

Direktur Utama PTPN III (Persero) Dolly P Pulungan akhirnya menyerahkan diri ke KPK pada Rabu (4/9/2019) menjelang subuh. Dolly bersama Direktur Pemasaran PTPN III (Persero) I Kadek Kertha Laksana sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka penerima suap SGD345.000 dari tersangka pemberi suap pemilik PT Fajar Mulia Transindo (FMT) Pieko Nyotosetiadi. S

uap terkait distribusi gula yang masuk ruang lingkup pekerjaan PTPN III (Persero) pada 2019. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan, kemarin tersangka I Kadek Kertha Laksana telah merampungkan pemeriksaan. Bersama dengan itu, Kertha kemudian digelandang ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas 1 Jakarta Timur Cabang KPK yang berada di Pomdam Jaya Guntur.

“Tersangka IKL ditahan 20 hari pertama di Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur,” bebernya. Selain kedua orang tersebut, KPK kini tengah memburu tersangka Pieko Nyotosetiadi. KPK mengimbau dengan keras agar Pieko segera menyerahkan diri.

Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif menyatakan, dalam proses pengurusan dan pembahasan distribusi gula PTPN III (Persero) untuk PT Fajar Mulia Transindo sebelumnya ada pertemuan antara tersangka Pieko, tersangka Dolly, dan Ketua Umum Dewan Pembina Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil di Hotel Shangrila, Jakarta, pada 31 agustus 2019.

Dalam pertemuan itu Dolly menyampaikan ke Pieko bahwa ada persoalan pribadi dan dia butuh uang untuk menyelesaikan persoalan itu. Penyelesaiannya akan dilakukan me lalui Arum. Dolly meminta Kertha menemui Pieko untuk permintaan uang. Singkat cerita, penyerahan SGD345.000 dari Pieko melalui stafnya ke Kertha pada Senin (2/9/2019) sore. “Untuk ASB (Arum Sabil) nanti kita kembangkan dalam lanjutan penyidikan kasus ini,” ujar Syarif. [Sindonews]

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>