Connect with us

Berita

Seperti Apa yang Disebut Wali Allah

Wali Allah adalah mereka yang beriman dan bertakwa kepada Allah. Pengertian wali ini berdasarkan ayat, “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (QS. Yunus: 62-63). Secara bahasa wali berarti “al-qorib”, yaitu dekat. Sedangkan yang dimaksud wali Allah adalah […]

Published

pada

Wali Allah adalah mereka yang beriman dan bertakwa kepada Allah. Pengertian wali ini berdasarkan ayat, “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (QS. Yunus: 62-63).

Secara bahasa wali berarti “al-qorib”, yaitu dekat. Sedangkan yang dimaksud wali Allah adalah orang beriman yang seakan-akan mereka dekat dengan Allah karena gemar melakukan ketaatan dan menjauhi maksiat. Allah sendiri telah menafsirkan wali Allah dengan pengertian, mereka adalah yang beriman dan bertakwa. Mereka beriman dalam hal-hal yang diimani dan mereka bertakwa dengan menjauhi maksiat terhadap Allah. Lihat penjelasan Imam Asy-Syaukani dalam Fath Al-Qadir, 2:640.

Ibnu Taimiyah dari ayat di atas mengatakan, “Wali Allah adalah mereka yang beriman dan bertakwa.” (Al-Furqan, hlm. 8)

Wali Allah itu bertingkat-tingkat. Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan, “Jika wali Allah itu adalah yang beriman dan bertakwa, maka derajat wali berarti tergantung pada keimanan dan ketakwaan. Yang sempurna iman dan takwa, tentu memiliki derajat wali yang lebih tinggi. Karenanya kita katakan bahwa manusia dilihat dari tingkatan kewalian itu berbeda-beda tergantung kualitas iman dan ketakwaan.” (Al-Furqan, hlm. 42)

Perlu diketahui bahwa wali Allah ada dua macam: As-Saabiquun Al-Muqorrobun (wali Allah terdepan) dan Al-Abror Ash-habul yamin (wali Allah pertengahan). As-saabiquun al-muqorrobun adalah hamba Allah yang selalu mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan sunnah di samping melakukan yang wajib serta dia meninggalkan yang haram sekaligus yang makruh.

Al-Abror ash-habul yamin adalah hamba Allah yang hanya mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan yang wajib dan meninggalkan yang haram, ia tidak membebani dirinya dengan amalan sunnah dan tidak menahan diri dari berlebihan dalam yang mubah.

Mereka inilah yang disebutkan dalam firman Allah Taala,

“Apabila terjadi hari kiamat, tidak seorangpun dapat berdusta tentang kejadiannya. (Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain), apabila bumi digoncangkan sedahsyat-dahsyatnya, dan gunung-gunung dihancur luluhkan seluluh-luluhnya, maka jadilah ia debu yang beterbangan, dan kamu menjadi tiga golongan. Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu. Dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu. Dan orang-orang yang beriman paling dahulu. Mereka itulah yang didekatkan kepada Allah. Berada dalam jannah kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian.” (QS. Al-Waqiah: 1-14) (Lihat Al-Furqan, hlm. 44)

Syaikh Shalih bin Abdul Aziz bin Muhammad Alu Syaikh memberikan penjelasan menarik, “Tidak semua muslim disebut wali. Akan tetapi selama muslim itu masih memiliki iman, maka ia masih mendapatkan kewalian. Derajat kewalian tersebut bertingkat-tingkat. Yang menjadi wali tentu tidak berbuat zalim pada dirinya sendiri. Yang jelas wali adalah orang beriman dan bertakwa, derajat paling rendah dari orang bertakwa adalah meninggalkan yang haram dan menjalankan yang wajib (walaupun masih menjalani makruh dan meninggalkan yang sunnah, pen.).” (Syarh Kitab Al-Furqan, hlm. 107)

Moga Allah beri taufik dan hidayah untuk terus istiqamah. [Muhammad Abduh Tuasikal]

Trending

Exit mobile version