Tengah Krisis Virus Corona, Chile Alami Kekeringan


Ilustrasi kemarau, istimewa

Dengan riwayat debit air sungai yang rendah dan waduk mengering karena paceklik, masyarakat Chile menjadi amat rentan di tengah wabah virus corona Covid-19.

Eksploitasi sumber daya dan peraturan yang lemah selama bertahun-tahun membuat sebagian besar waduk di negara tersebut mengering.

“Kini ada lebih dari 400 ribu keluarga, hampir 1,5 juta orang, yang pasokan airnya sebanyak 50 liter per hari bergantung pada tanker,” kata juru bicara the Movement for the Defense of Water, the Earth and the Protection of the Environment.

Kondisi kekeringan itu terjadi di tengah saran utama mencegah infeksi virus corona Covid-19 adalah mencuci tangan secara teratur.

“Hidup tanpa air itu mengerikan,” kata Dilma Castillo seperti dilansir dari AFP, Minggu (5/4).

Castillo tinggal bersama anak-anaknya di salah satu bukit di sekitar El Melon yang lokasinya dekat dengan resor tepi Valparaiso yang sungainya telah mengering.

“Hal terburuk adalah tidak ada kesadaran, bahkan di antara masyarakat di sini. Saya amat tertekan karena hidup dalam kondisi ini amatlah memalukan,” katanya.

Saat ini, kawasan ibu kota Santiago mengalami penurunan curah hujan hampir 80 persen dari rekor terendah sebelumnya. Bahkan di kawasan Coquimbo curah hujan menurun hingga 90 persen.

Sedangkan di Danau Penuelas, sekitar satu jam dari Santiago, sebagian besar dasarnya telah retak karena kekeringan.

“Saya telah ke sini untuk memancing sekitar 20 tahun. Kala pertama kami mendapatkan banyak, kini kami tak mendapatkan apa pun,” kata Tomas Ruiz yang kerap ke danau tersebut.

Mundaca mengkritik kebijakan pemerintah setempat yang melakukan komersialisasi air di tengah kekeringan. Menurutnya, pemerintah haruslah memastikan ketersediaan air bagi semua warga negara.

Undang-undang Chile memastikan bahwa air adalah sumber daya untuk penggunaan publik. Namun negara itu menyerahkan hampir seluruh hak untuk mengeksploitasi sumber daya tersebut ke sektor swasta.”Hal terburuk adalah tidak ada kesadaran, bahkan di antara masyarakat di sini. Saya amat tertekan karena hidup dalam kondisi ini amatlah memalukan,” katanya.

Saat ini, kawasan ibu kota Santiago mengalami penurunan curah hujan hampir 80 persen dari rekor terendah sebelumnya. Bahkan di kawasan Coquimbo curah hujan menurun hingga 90 persen.

Sedangkan di Danau Penuelas, sekitar satu jam dari Santiago, sebagian besar dasarnya telah retak karena kekeringan.

“Saya telah ke sini untuk memancing sekitar 20 tahun. Kala pertama kami mendapatkan banyak, kini kami tak mendapatkan apa pun,” kata Tomas Ruiz yang kerap ke danau tersebut.

Mundaca mengkritik kebijakan pemerintah setempat yang melakukan komersialisasi air di tengah kekeringan. Menurutnya, pemerintah haruslah memastikan ketersediaan air bagi semua warga negara.

Undang-undang Chile memastikan bahwa air adalah sumber daya untuk penggunaan publik. Namun negara itu menyerahkan hampir seluruh hak untuk mengeksploitasi sumber daya tersebut ke sektor swasta.

“Jika di suatu tempat terdapat model pengambilan air oleh swasta artinya kondisi ini tidak menjamin hak manusia atas air dan semakin melemahkan masyarakat,” kata Mundaca.

Direktur Greenpeace Chile Matias Asun mengkritik bahwa pemerintahan Presiden Sebastian Pinera harus melindungi masyarakatnya dari kekeringan. Terutama kini Chile juga termasuk negara yang terjangkit Virus Covid-19.

“Negara harus menjamin bahwa tidak ada warga negara kelas dua untuk melindungi diri dari Covid-19. Memiliki sabun tidak ada gunanya jika tidak memiliki air yang cukup untuk mencuci tangan,” kata dia.

Sejauh ini, tercatat ada 3.700 kasus virus corona dan 22 kematian di Chile. Dengan angka itu, menurutnya masyarakat tidak bisa mencuci tangan jika pemerintah tidak menyediakan air.

Direktur Umum terkait Pengairan, Oscar Cristi menyatakan hak pengelolaan air memang telah diserahkan ke perusahaan swasta. Namun ia menuturkan bahwa negara tetap mengontrol hak-hak tersebut dan membatasi jumlah air yang disimpan di waduk.

Anggota Komisi Ekonomi untuk Amerika Latin dan Karibia Andrei Jouravlev mengkritik bahwa pemerintah tidak pernah mempergunakan hak tersebut.

Musababnya ada hal yang harus dibayarkan jika negara melakukan intervensi terhadap kebijakan air yang telah diserahkan kepada swasta.

“Masalahnya berkaitan dengan bagaimana hak-hak itu didistribusikan dan ketentuan apa yang diberlakukan,” kata Jouravlev.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>