PKS Sebut Pancasila Antitesis Komunisme dan Marxisme


Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Mulyanto, Foto: fraksi.pks.id

AKTUALITAS.ID – Memperingati Hari Lahir Pancasila, 1 Juni, Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Mulyanto mengajak kepada masyarakat untuk menghayati nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Di mana Pancasila yang merupakan hasil perenungan dan pemikiran para pendiri bangsa atau founding fathers sepatutnya menjadi landasan moral kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Salah satu wujud penghayatan nilai-nilai Pancasila adalah menolak ideologi komunisme, marxisme dan leninisme. Pancasila mengajarkan Ketuhanan yang Mahaesa, sehingga sangat tidak cocok disandingkan dengan ideologi-ideologi yang tidak mengakui Tuhan,” katanya dalam siaran pers yang diterima, Senin (1/6/2020).

Katanya, Pancasila itu antitesis komunisme, marxisme dan leninisme. Sehingga siapa saja yang menyakini Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia harus berani menyatakan secara tegas Pancasila Yes, Komunisme No!

Dalam hal ini, ia mengutip istilah ‘Jas Merah’ dan ‘Jas Hijau’ untuk menjelaskan sikap yang sepatutnya dipahami masyarakat dalam menghayati nilai Pancasila.

“Jas merah atau jangan sekali-kali melupakan sejarah dan jas hijau atau jangan sekali-kali melupakan jasa ulama merupakan prinsip dasar untuk memahami spirit Pancasila secara tepat,” katanya.

Bung Karno, kata Mulyanto, dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 mengusulkan Pancasila dengan sila kelima, Ketuhanan Yang Berkebudayaan. Namun oleh Panitia Sembilan yang diketuai Bung Karno sendiri, yang menghimpun kaum kebangsaan dan para ulama, berhasil memantapkan rumusan Pancasila pada tanggal 22 Juni 1945 menjadi Pancasila sebagaimana tercantum dalam Piagam Jakarta dimana Sila Pertama berbunyi: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.

“Tapi karena ada elemen bangsa yang keberatan dengan rumusan Pancasila Piagam Jakarta tersebut, khususnya Sila Pertama dan karena kebesaran hati para ulama, maka di sidang PPKI, 7 kata dalam Sila Pertama yaitu “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya,” ujarnya.

Barulah pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI menetapkan Pancasila sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD tahun 1945, seperti yang ada sekarang ini.

Tiga bulan setelah itu, lanjutnya, muncul pemberontakan PKI yang tidak puas dengan kemerdekaan Negara Republik Indonesia.

Barulah pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI menetapkan Pancasila sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD tahun 1945, seperti yang ada sekarang ini.

Tiga bulan setelah itu, lanjutnya, muncul pemberontakan PKI yang tidak puas dengan kemerdekaan Negara Republik Indonesia.

Karena itu, menurut Mulyanto, dalam RUU Haluan Ideologi Pancasila, yang sedang dibahas DPR RI, perlu memasukkan Tap MPRS No. 25/1966 tentang larangan penyebaran paham komunisme dalam konsideran, sebagai penegasan Pancasila menolak ajaran komunisme, marxisme dan leninisme.

Selain itu Mulyanto minta pasal-pasal terkait Trisila, Ekasila dan Ketuhanan yang berkebudayaan dalam RUU HIP dihapus serta mengembalikan makna Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.

“Kalau Pancasila dapat diperas menjadi trisila dan ekasila lagi maka itu sama saja kita mundur ke 1 Juni 1945. Dan ini terkesan tidak menghargai perjuangan Bung Karno sebagai Ketua Panitia Sembilan pada sidang BPUPKI tanggal 22 Juni 1945, yang dengan pilu dan sangat memelas kepada peserta sidang untuk menerima Pancasila Piagam Jakarta, serta kita tidak menghormati kebesaran hati para ulama yang berlapang dada menghapus 7 kata dalam Sila Pertama Pancasila pada tanggal 18 Agustus 1945,” pungkasnya.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>