Pilkada 2020, Bawaslu: Ada Potensi Kerawanan Kampanye Secara Daring


Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Fritz Edward Siregar

AKTUALITAS.ID – Bawaslu mengungkap ada potensi kerawanan yang melibatkan banyak orang pada empat tahap Pilkada 2020 yang digelar saat pandemi virus Corona (COVID-19). Salah satunya, potensi kerawanan tersebut pada saat kampanye secara daring atau online.

Komisioner Bawaslu Fritz Edward Siregar mengatakan ada empat tahapan di dalam proses pilkada yang melibatkan banyak orang, yaitu tahapan pemutakhiran data pemilih, verifikasi calon perseorangan, proses tahapan kampanye, dan pemungutan suara. Di tahap kampanye, dalam draf PKPU pemilihan di masa pandemi, pertemuan secara tatap muka akan dibatasi jumlah peserta, misalnya jumlah peserta harus setengah dari kapasitas ruang rapat.

KPU memberi ruang agar kampanye tatap muka dapat diganti secara online. Namun Bawaslu menyoroti teknis kampanye secara online. Bawaslu mempertanyakan berapa banyak seseorang boleh melakukan kampanye secara daring, karena tiap calon akan berbeda terkait dana kampanye yang dimiliki masing-masing.

“Kalau kita melihat ada satu kebaikannya di mana pertemuan online atau secara daring itu tidak dibatasi jumlahnya. Jadi kita melihat di sini dia punya potensinya pertemuan secara online tidak dibatasi, tapi menjadi potensi persoalannya adalah bagaimana? Seberapa banyak seseorang bisa melakukan kampanye melalui daring,” kata Fritz dalam sebuah diskusi daring yang disiarkan di YouTube Kemendagri RI, Jumat (19/6/2020).

Fritz mencontohkan seorang calon peserta pilkada yang memiliki dana tak terbatas sehingga bisa membuat iklan kampanye secara online sebanyak mungkin. Misalnya calon peserta A banyak memasang iklan di media sosial maupun di media online, tetapi peserta pilkada lainnya tidak dapat mengimbangi jumlah iklan yang dipasang pesaingnya bila memiliki sedikit dana kampanye.

“Bagi seorang calon yang memiliki dana tidak terbatas, dia bisa melakukan kampanye online seberapa banyak, bisa lewat push kalau Bapak/Ibu punya Facebook bisa di-push ke masing-masing orang, bisa di internet, bisa di koran-koran online. Itu adalah sebuah bagian dari proses kampanye melalui online, dan itu sengaja memang sepertinya di desain oleh KPU untuk memberikan kompensasi karena tidak ada pertemuan langsung,” papar Fritz.

“Tapi bagaimana dengan orang yang tidak memiliki kemampuan dana untuk bisa mengelola iklan ataupun kampanye melalui media online atau daring,” lanjutnya.

Potensi kerawanan lainnya pada tahap verifikasi dukungan calon perseorangan. Di dalam draf PKPU, pemilihan dalam bencana memberikan tiga opsi untuk menerapkan verifikasi. Ini terkait verifikasi calon perseorangan, di mana kemudian para calon dapat dikumpulkan dalam satu desa, dan kemudian dilakukan verifikasi daring.

Bawaslu menyebut ada potensi sengketa pada proses verifikasi daring jika pada tahap verifikasi daring itu tidak memberikan akses pada petugas pengawas pilkada. Kemudian potensi kerawanan lainnya adalah pada tahap pendaftaran pasangan calon.

Agar tidak terjadi penumpukan massa, KPU membatasi pihak yang diperbolehkan hadir pada saat pendaftaran sebanyak 2-3 orang. Namun Bawaslu mempertanyakan bagaimana KPU menjamin agar calon tersebut tidak membawa massa.

“Di sini poin untuk membutuhkan kerja sama dari semua pihak karena bagaimana seandainya ada seorang calon yang tetap datang ke kantor KPU melakukan pendaftaran pencalonan tetapi membawa massa. Di sini KPU harus tegas untuk dapat memastikan bahwa calon yang datang tidak membawa pendukung karena kita meminimalkan proses berkumpulnya orang,” tutur Fritz.

Terakhir, kerawanan penumpukan orang terjadi pada tahap pemungutan suara. Karena itu, dibutuhkan beberapa modifikasi agar dapat dilakukan pemilihan suara dengan protokol COVID-19 yang ketat, yaitu penerapan jaga jarak di TPS, memakai masker, sarung tangan, mencuci tangan, dan pengukuran suhu tubuh.

Jika protokol kesehatan tidak dapat dilaksanakan, nantinya KPU akan menyampaikan ke Bawaslu. Setelah itu Bawaslu akan menyampaikan saran ke KPU. Jika tidak ditindaklanjuti, diduga ada potensi pelanggaran etik.

“Sesuai dengan PKPU Pasal 11 dalam draf PKPU bencana, apabila ada protokol kesehatan yang tidak dilakukan, KPU akan menyampaikan kepada Bawaslu. Bawaslu akan menyampaikan saran perbaikan. Apabila saran perbaikan tidak dilanjutkan, akan dilanjutkan dengan apakah ada dugaan pelanggaran etika, pelanggaran administrasi, dan pelanggaran pidana,” tutupnya.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>