Lempar Telur Dikantor Polisi, Pedemo di Hong Kong Dipenjara 21 Bulan


Aksi protes warga sipil di Hong Kong, (Foto: Istimewa)

Seorang pedemo di Hong Kong dihukum penjara 21 bulan karena melempar telur di kantor polisi. Itu menjadi hukuman terberat yang pernah dijatuhkan pengadilan Hong Kong untuk menekan perbedaan pendapat politik di wilayah China.

“Telur bukanlah senjata pemusnah massal. Tapi melempar barang-barang semacam itu ke kantor polisi memicu penggunaan kekuatan dan membahayakan masyarakat,” kata Hakim Winnie Lau.

Permasalahan ini bermula sejak tahun lalu, ketika Pun Ho-chiu, aktivis sekaligus pedemo berusia 31 tahun, melemparkan sejumlah telur ke kantor polisi ketika terjadi pengepungan enam jam.

Aktivis yang disebut sebagai Painter untuk karya seni jalanan itu ditahan atas dakwaan perilaku tidak tertib. Ia merupakan satu-satunya pengunjuk rasa kala itu yang menunjukkan dirinya kepada polisi tanpa mengenakan masker.

Kasus ini pun baru kembali ke permukaan setelah pengadilan menangani tumpukan ribuan penangkapan terkait kerusuhan politik pada 2019. Kala itu, Hong Kong diguncang protes antipemerintah selama berbulan-bulan.

Banyaknya tuntutan, serta tekanan untuk hukuman berat telah menempatkan hakim dalam posisi sulit, terutama karena Beijing telah memperketat cengkeramannya di Hong Kong pada 2020 melalui Undang-Undang Keamanan Nasional.

Pusat pemerintahan China yang berada di ibu kota, Beijing, memberlakukan UU keamanan baru pada akhir Juni yang menargetkan empat kejahatan baru meliputi pemisahan diri, subversi, terorisme, dan kolusi dengan pasukan asing.

UU tersebut juga memberi China yurisdiksi atas kejahatan serius khusus dan memberdayakan agen keamanan Tiongkok untuk beroperasi secara terbuka di Hong Kong untuk pertama kalinya.
Lihat juga: Pengadilan Federal Tolak Upaya Trump Tunda Hasil Pennsylvania

Beijing mengatakan langkah itu diambil demi mengembalikan stabilitas setelah aksi demokrasi besar tahun lalu sering kali disertai dengan kekerasan.

Beberapa hakim mendapat kecaman karena diduga menunjukkan bias kepada pengunjuk rasa. Hal itu membuat Ketua Mahkamah Agung Geoffrey Ma mencopot hakim Pengadilan Negeri Kwok Wai-kin.

Kala itu, ia menangani kasus penusukan. Hakim Kwok menyebutkan laki-laki yang menusuk tiga orang dalam aksi pro-demokrasi sebagai korban dari orang-orang yang berperilaku seperti teroris di sekitarnya.

“Para hakim memiliki tanggung jawab berdasarkan Undang-undang Dasar, yang merupakan hak masyarakat, untuk menjalankan kekuasaan peradilan independen dengan mengadili kasus secara adil dan tidak memihak, tanpa rasa takut atau bantuan,” kata Ma dalam sebuah pernyataan seperti dilansir CNN.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>