Connect with us

Berita

Jatam: Mayoritas Anak – anak Jadi Korban Lubang Tambang

AKTUALITAS.ID – Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyatakan sebanyak 24 orang menjadi korban keberadaan lubang tambang pada 2020. Dengan demikian, total korban mencapai 168 orang sepanjang 2014-2020. “168 warga jadi korban lubang tambang, dan mayoritas adalah anak-anak,” kata Divisi Hukum Jatam Nasional Muhammad Jamil melalui konferensi video, Minggu (24/1/2021). Korban tersebar di 15 provinsi. Salah satu […]

Aktualitas.id -

AKTUALITAS.ID – Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyatakan sebanyak 24 orang menjadi korban keberadaan lubang tambang pada 2020. Dengan demikian, total korban mencapai 168 orang sepanjang 2014-2020.

“168 warga jadi korban lubang tambang, dan mayoritas adalah anak-anak,” kata Divisi Hukum Jatam Nasional Muhammad Jamil melalui konferensi video, Minggu (24/1/2021).

Korban tersebar di 15 provinsi. Salah satu area pertambangan di Samarinda, Kalimantan Timur, memakan korban hingga 39 orang, yang mayoritas adalah anak-anak.

Beberapa di antaranya meninggal karena tenggelam di lubang tambang. Ada pula yang terbakar karena terjatuh ke dalam lubang tambang yang masih memiliki batubara.

Jamil menyayangkan kasus tewasnya ratusan orang itu tak diproses hukum.

“Bahkan ada satu kasus yang polisi menolak memproses kasus anak meninggal di lubang tambang di Samarinda dengan alasan korban disabilitas. Apakah orang disabilitas tidak berhak dapat keadilan?” ujarnya.

Jamil mengatakan hingga kini pihaknya mencatat ada 3.092 lubang tambang yang tersebar di Indonesia. Jumlah paling tinggi ada di Kalimantan Timur dengan 1.735 lubang tambang.

Di sisi lain, kata Jamil, pengawasan dan penegakan terhadap aktivitas pertambangan dari pemerintah masih kurang optimal. Ia tambah pesimistis kondisi ini bisa membaik dengan penerapan UU Cipta Kerja, yang memberikan kewenangan pengawasan kepada pemerintah pusat.

“Waktu kewenangan di Pemda saja seperti ini potret daya rusak di daerah. Lubang tambang tak pernah direklamasi. Bagaimana kalau sudah tercenter di Jakarta? Akan luput dari pengawasan,” ujarnya.

Divisi Jaringan dan Simpul Jatam Nasional Ki Bagus kerusakan lingkungan yang terjadi akibat aktivitas pertambangan tak terlepas dari sikap pemerintah dan hajatan politik elektoral.

“Dalam rangkaian gelombang pemilihan presiden, beberapa Pilkada dan memunculkan beberapa peraturan perundang-undangan yang memperkuat posisi kejahatan negara-korporasi ini,” katanya dalam kesempatan yang sama.

Sepanjang 2020 saja, Jatam mencatat ada setidaknya empat kebijakan yang menurut Bagus dipaksakan pemerintah meskipun sedang mengalami kondisi pandemi Covid-19. Ini meliputi revisi UU Mineral dan Batubara, UU Cipta Kerja, Pilkada 2020, dan proyek Ibu Kota Negara (IKN).

Ia berpendapat keberadaan UU Cipta Kerja dan UU Minerba didorong berlaku untuk investasi dan menguntungkan industri pertambangan. Sementara kebijakan pelaksanaan Pilkada 2020 diduga mulus karena pemerintah perlu menerapkan UU Cipta Kerja secepatnya.

“Karena banyak kebijakan yang harus ditetapkan kepala daerah. Dan mau tidak mau Pilkada jadi salah satu jalan keluar untuk pilih operator omnibus law Ciptaker di berbagai daerah,” ujarnya.

Bagus menyebut UU Cipta Kerja juga berperan besar pada proyek IKN. Menurutnya, akses lahan untuk proyek strategis nasional dipermudah melalui beleid tersebut.

Lebih lanjut, ia juga memprotes kebijakan pemerintah yang mendorong pengerukan nikel besar-besaran dengan dalih proyek batre mobil listrik. Padahal dalam pantauan Jatam, smelter industri nikel punya catatan buruk terkait pembuangan tailing ke laut di Teluk Buyat, Sulawesi Utara dan Teluk Senunu, Nusa Tenggara Barat.

Menurut Bagus, catatan itu seharusnya menjadi dorongan agar pemerintah tak lagi mengizinkan pembuangan tailing ke laut. Namun, ia mengatakan izin tersebut masih terus diberikan sampai saat ini.

TRENDING

Exit mobile version