DPR Soroti Usai Terjadi Aksi Teror, Baru Teroris Ditangkap


Anggota Komisi I DPR, Syaifullah Tamliha saat menjadi narasumber diacara diskusi Dialektika dengan tema "Efek Domino Virus Corona" di Ruang Media Center MPR/DPR RI, Gedung Nusantara III Parlemen, Senayan, Kamis, (6/2/2020). AKTUALITAS.ID/Kiki Budi Hartawan.

AKTUALITAS.ID – Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Syaifullah Tamliha menyoroti aksi penangkapan teroris yang kerap baru dilakukan setelah sebuah aksi teror terjadi.

Menurutnya, pencegahan aksi teror sebenarnya bisa dilakukan karena regulasi yang ada saat ini telah memberikan ruang pada polisi untuk menangkap orang yang terindikasi akan melakukan aksi teror.

“Kami berharap pencegahan terhadap tindak pidana terorisme itu bisa dilakukan sedini mungkin, tanpa terlebih dahulu mereka melakukan teror, karena konstitusi sudah memberikan kewenangan kepada polisi untuk melakukan penangkapan jika dia terindikasi melakukan perbuatan teror,” kata Tamliha kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (1/4/2021).

Ia menerangkan kewenangan kepada polisi untuk menangkap orang yang terindikasi akan melakukan aksi teror telah diberikan oleh DPR dan pemerintah lewat revisi Undang-undang Pemberantasan Terorisme pada 2018 lalu.

Kendati demikian, lanjutnya, regulasi tersebut masih menyisakan masalah hingga saat ini. Pasalnya, aturan turunan yang mengatur soal pelibatan TNI dalam penanganan terorisme belum rampung.

Tamliha mengungkapkan rancangan Peraturan Presiden (Perpres) Pelibatan TNI dalam Penanganan Terorisme belum diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Ia pun menyatakan komisinya menolak salah satu isi rancangan regulasi itu yang mengatur bahwa anggaran untuk TNI melakukan operasi militer selain perang yang menyangkut tindak pidana terorisme dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan sumber lain yang tidak mengikat.

“Yang jadi masalah, itu bagian dari masalah, akhirnya perpresnya sampai sekarang komisi I belum menerima finalnya seperti apa, kalau TNI digunakan untuk operasi militer selain perang, konsekuensinya anggaran kan mesti ditambah, sementara untuk 2021 anggaran Kemhan dan TNI turun dari Rp137 triliun,” ujarnya.

Untuk diketahui, dua serangan teror terjadi di Indonesia dalam kurun waktu kurang dari sepekan. Serangan pertama terjadi di depan Gereja Katedral Makassar berupa aksi bom bunuh diri yang dilakukan pasangan suami istri berinisial L dan istrinya YSR pada Minggu (28/3). Keduanya disebut masih berusia sekitar 26 tahun.

Tiga hari berselang, seorang perempuan berinisial ZA berusia 25 tahun yang diduga teroris yang beraksi sendiri (lone wolf) menyerang Mabes Polri. ZA langsung ditembak mati oleh petugas di lokasi.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>