Protes Kapal China, Penjaga Pantai Filipina Unjuk Gigi di LCS


Ilustrasi. Kapal induk Liaoning China beserta armada laut yang menyertainya, melakukan latihan di wilayah Laut China Selatan (Reuters)

Kondisi Laut China Selatan (LCS) kembali memanas setelah Korps Penjaga Pantai Filipina menggelar latihan di wilayah yang menjadi sengketa dengan China.

Filipina beralasan latihan itu dilakukan sebagai upaya untuk mengamankan perairan yang masuk ke dalam wilayah hukum mereka (yurisdiksi).

Hal tersebut disampaikan Juru Bicara Korps Penjaga Pantai Filipina, Komodor Armando Balilo, pada Minggu (25/4) kemarin.

“Kami mendukung pendekatan seluruh negara dalam mengamankan yurisdiksi maritim kami,” katanya, seperti dikutip dari AFP, Senin (26/4).

Latihan itu dimulai dua pekan lalu, bersamaan dengan latihan gabungan antara Angkatan Bersenjata Filipina dengan Amerika Serikat yang berakhir pada Jumat pekan lalu.

Latihan tersebut meliputi pelatihan navigasi, pengoperasian perahu kecil, pemeliharaan dan operasi logistik.

Pelatihan itu digelar di dekat Pulau Thitu dan Scarborough Shoal, serta pulau Batanes di utara, dan bagian selatan dan timur Filipina.

Scarborough Shoal merupakan salah satu wilayah kaya akan hasil laut di perairan Laut China Selatan, dan sejak lama menjadi titik perseteruan antara Filipina dan China.

Latihan di dekat Pulau Thitu yang dikuasai Filipina dan Scarborough Shoal yang dikendalikan China, dilakukan di tengah ketegangan yang meningkat di perairan yang kaya sumber daya itu.

Perseteruan diplomatik terbaru antar kedua negara itu dipicu oleh ratusan kapal China yang terdeteksi di Kepulauan Spratly pada Maret lalu. Sejak saat itu, sebagian besar kapal sejak tersebar di seluruh kepulauan yang diperebutkan.

Meski begit, China menolak permintaan Filipina untuk menarik kembali kapal-kapalnya meski berulang kali diingatkan. Menurut Filipina, kapal yang tertambat di Spratly adalah kapal-kapal milisi maritim China.

Akan tetapi, China membantah dengan mengatakan kapal tersebut sebagai kapal penangkap ikan.

Menanggapi tindakan China, Filipina mengerahkan lebih banyak kapal patroli, termasuk kapal penjaga pantai dan kapal perang. Hal tersebut dilakukan untuk mengintensifkan pengawasan dan mencegah pencurian ikan.

Kementerian Luar Negeri Filipina menyampaikan protes setiap hari atas keberadaan kapal-kapal China di wilayah sengketa itu. Baru-baru ini pemerintah Filipina memanggil diplomat China untuk menyatakan protes atas masalah tersebut.

China diketahui mengabaikan keputusan Arbitrase Internasional pada 2016 yang menyatakan klaim historis atas sebagian besar Laut China Selatan tidak berdasar.

Hubungan yang pernah dingin antara Filipina dan China kembali menghangat, saat Filipina di bawah kepemimpinan Presiden Rodrigo Duterte. Ia mengesampingkan keputusan itu dengan janji imbalan perdagangan dan penanaman modal dari Beijing.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>