Sekolah Dibuka, UNESCO Minta Afghanista Perjelas Nasib Siswi


Para siswa mengikuti kegiatan belajar tatap muka di sebuah sekolah di Faizabad yang terletak di Provinsi Badakhshan, Afghanistan utara, pada 4 Oktober 2020. Sekolah-sekolah di seluruh Afghanistan belum lama ini kembali dibuka setelah lebih dari enam bulan ditutup karena pandemi COVID-19. (Xinhua/Stringer)

Badan pendidikan dan kebudayaan Perserikatan Bangsa Bangsa, UNESCO, meminta Afghanistan memperjelas nasib siswi setelah rezim Taliban mengumumkan pembukaan kembali sekolah dengan penekanan hanya pada siswa.

Direktur UNESCO, Audrey Azoulay, meminta kejelasan ini setelah Afghanistan memerintahkan semua pelajar laki-laki dan guru pria untuk kembali ke sekolah, tanpa menyebut nasib siswi.

Menurut Azoulay, jika Afghanistan melarang perempuan bersekolah, negara itu melanggar hak dasar siswi untuk mendapatkan pendidikan.

“UNESCO memperingatkan konsekuensi, jika anak-anak perempuan tak diperbolehkan kembali ke sekolah di tiap tingkatan pendidikan. Selain itu, penundaan perempuan ke sekolah dapat membuat mereka tertinggal dalam edukasi, dan tentu dalam kehidupan,” ujar Azoulay dalam pernyataan yang dirilis di situs UNESCO.

Ia kemudian berkata, “[Penundaan itu] juga meningkatkan risiko tertinggal dari segala edukasi dan membuat mereka sulit bertahan dari mekanisme negatif, seperti pernikahan anak.”

Lebih jauh, UNESCO menganggap penundaan ini juga memperlebar kesenjangan antara anak laki-laki dan perempuan. Pada akhirnya, perempuan kesulitan mendapatkan edukasi tingkat tinggi dan kesempatan-kesempatan lainnya dalam hidup.

“Komitmen kami terhadap anak-anak Afghanistan sanga ttegas, dan tanggung jawab kami adalah memastikan hak dasar edukasi bagi setiap dan semua dari mereka benar-benar terpenuhi,” ucap Azoulay.

Azoulay merilis pernyataan ini untuk menanggapi diktat terbaru Kementerian Pendidikan Afghanistan yang dikeluarkan rezim Taliban pada Jumat pekan lalu.

Dalam diktat itu, Taliban hanya memerintahkan seluruh siswa dan guru laki-laki untuk kembali ke sekolah, tanpa menyinggung nasib para siswa dan guru perempuan.

“Semua guru dan siswa pria harus menghadiri lembaga pendidikan mereka,” bunyi peraturan terbaru kementerian itu, seperti dikutip AFP.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>