Cari Dukungan AS dan Uni Eropa, Taliban Mulai Gerilya


Delegasi Taliban Afghanistan tiba untuk penandatanganan kesepakatan dengan pejabat AS di Doha, Qatar Pada 29 Februari 2020, Foto: AP

Taliban mulai bergerilya mencari dukungan internasional dalam pertemuan tatap muka dengan delegasi Uni Eropa dan Amerika Serikat di Qatar pada hari ini, Selasa (12/10).

Menteri Luar Negeri Afghanistan era Taliban, Amir Khan Muttaqi, mengatakan bahwa pihaknya menggelar rangkaian pertemuan di Qatar karena ingin menjalin relasi yang baik dengan dunia.

“Kami ingin hubungan positif dengan seluruh dunia. Kami yakin pada relasi internasional yang seimbang. Kami yakin hubungan berimbang itu dapat menyelamatkan Afghanistan dari ketidakstabilan,” ujar Muttaqi, sebagaimana dikutip AFP.

Juru bicara Uni Eropa, Nabila Massrali, mengatakan bahwa pertemuan ini akan memberikan gambaran kepada blok negara-negara Barat itu cara untuk menanggapi isu Afghanistan.

Menurut Massrali, UE dan AS dalam pertemuan ini bakal membahas berbagai isu, mulai dari jaminan keamanan bagi warga yang ingin keluar dari Afghanistan, akses pemberian bantuan kemanusiaan, dan hak-hak perempuan di bawah rezim Taliban.

Massrali menekankan bahwa pertemuan ini tidak resmi dan bukan berarti UE dan AS mengakui Taliban sebagai pemerintah resmi Afghanistan.

“Ini merupakan pertemuan informal di tingkat teknis. Ini tidak berarti pengakuan terhadap pemerintahan interim [Taliban],” ucap Massrali.
Setelah pertemuan antara AS dan Taliban pada pekan lalu, perwakilan Negeri Paman Sam juga menegaskan bahwa tatap muka tersebut bukan berarti mereka mengakui pemerintahan interim Afghanistan.

Saat ini, Taliban memang berupaya untuk mendapatkan pengakuan dari dunia internasional. Namun, dunia masih menanti tindak-tanduk Taliban dalam menepati janjinya untuk membentuk pemerintahan inklusif dan menghargai perempuan.

Fakta di lapangan belakangan ini mengindikasikan Taliban belum dapat menepati janjinya. Pemerintahan interim Afghanistan hanya berisi laki-laki yang kebanyakan berasal dari etnis mayoritas.

Sementara itu, Taliban juga terus menggerus hak-hak perempuan, mulai dari larangan bersekolah hingga pergi ke kantor.

Sikap Taliban ini sangat menentukan dunia bakal mengakui pemerintahan mereka atau tidak. Pengakuan ini sangat krusial bagi Taliban yang juga sedang menghadapi tantangan krisis ekonomi di Afghanistan.

Afghanistan didera krisis karena banyak bantuan internasional ditangguhkan usai Taliban berkuasa. Selama ini, perekonomian Afghanistan sendiri sebagian besar ditopang oleh bantuan internasional.

Sementara Taliban belum menunjukkan gelagat perubahan sikap, sejumlah pihak mulai mengkhawatirkan nasib rakyat Afghanistan yang sengsara.

Perwakilan Uni Eropa dan Perserikatan Bangsa-Bangsa pun menyatakan bahwa dunia tetap harus bergerak membantu rakyat Afghanistan meski belum mengakui pemerintahan interim Taliban.

Setelah bertemu dengan delegasi Taliban, Uni Eropa ikut serta dalam pertemuan virtual G20. Dalam pertemuan itu, UE berjanji bakal memberikan paket bantuan senilai satu miliar Euro atau setara Rp16,4 triliun kepada Afghanistan.

Namun, Presiden Komisi UE, Ursula von der Leyen, mengatakan bahwa paket bantuan itu akan disalurkan melalui organisasi internasional, bukan pemerintahan interim Taloban.

“Kami sudah menegaskan syarat hubungan dengan pihak berwenang Afghanistan, termasuk penghormatan hak asasi manusia,” katanya.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>