Gegara Risiko HIV, Afrika Selatan Tolak Vaksin Covid Sputnik V


Ilustrasi@Istimewa

Regulator produk kesehatan Afrika Selatan (Afsel) menyatakan tidak akan menyetujui vaksin Sputnik V covid-19 buatan Rusia pada Senin (18/10). Penolakan itu disebabkan oleh kekhawatiran penggunaan vaksin tersebut dapat meningkatkan risiko infeksi HIV pada pria.

Keputusan itu diambil dengan mempertimbangkan penelitian sebelumnya yang menguji keamanan bentuk adenovirus yang dimodifikasi -sejenis virus yang menyebabkan infeksi pernapasan- yang dikenal sebagai Ad5 dan terkandung dalam vaksin.

“Penggunaan vaksin Sputnik V di Afrika Selatan, dengan prevalensi dan insiden HIV yang tinggi, dapat meningkatkan risiko laki-laki yang divaksinasi tertular HIV,” kata Otoritas Pengaturan Produk Kesehatan Afrika Selatan (The South African Health Products Regulatory Authority/SAHPRA) dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir AFP.

Otoritas menambahkan bahwa perusahaan di balik penggunaan vaksin Sputnik V di Afsel tidak memiliki bukti bahwa formula tersebut akan aman “pada rangkaian prevalensi HIV yang tinggi”.

Sebagai catatan, negara yang paling parah dilanda pandemi di Afrika ini juga memiliki jumlah orang yang hidup dengan HIV tertinggi di dunia.

Pada saat yang sama, pemerintah setempat berjuang untuk melawan keragu-raguan vaksin. Targetnya, lebih dari seperempat dari 40 juta divaksinasi pada awal 2022.

Pusat Penelitian Epidemiologi dan Mikrobiologi Nasional Gamaleya, pengembang Sputnik V, menyatakan bakal merilis informasi untuk menunjukkan bahwa kekhawatiran SAHPRA “sama sekali tidak berdasar”.

“Spekulasi mengenai hubungan antara vaksin vektor adenovirus tipe-5 dan penularan HIV pada kelompok berisiko tinggi didasarkan pada penelitian skala kecil,” ujar Pusat Penelitian Epidemiologi dan Mikrobiologi Nasional Gamaleya dalam sebuah pernyataan.

Pekan ini, Afsel memvaksinasi anak-anak berusia minimal 12 tahun dan menawarkan suntikan booster kepada warga tertentu yang kekebalannya terganggu.

Adapun vaksin covid-19 yang digunakan Afsel saat ini adalah Johnson & Johnson dosis tunggal, yang juga mengandung adenovirus tetapi dari jenis yang berbeda, dan suntikan rMNA Pfizer/BioNTech. Selain itu, pemerintah juga menyetujui penggunaan vaksin Sinovac buatan China.

Sebagai informasi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum memberikan izin penggunaan darurat vaksin Sputnik V. Namun, vaksin ini telah diberikan di setidaknya 45 negara.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>