Junta Myanmar Tak Akan Terlibat Dalam Berdialog dengan Pendukung Suu Kyi


Panglima Tertinggi Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing memberi hormat saat menghadiri acara peringatan Hari Martir di Makam Martir di Yangon, Myanmar 19 Juli 2018. REUTERS/Ann Wang/File Foto

Junta militer Myanmar menyatakan tak akan terlibat dalam dialog dengan kelompok-kelompok yang tak setuju atas kudeta yang telah dilakukan, juga terhadap pendukung dan anggota pemerintahan Aung San Suu Kyi yang digulingkan.

Sejak militer mengudeta pemerintahan Suu Kyi pada Februari 2021 lalu, setidaknya telah lebih dari 1.100 orang tewas karena bentrok karena menolak kudeta.

“Tak dapat menerima …. dialog dan negosiasi dengan kelompok teroris bersenjata,” demikian ujar juru bicara junta seperti dilansir dari AFP, Sabtu (23/10).

Sebelumnya, pada Jumat (22/10) juru bicara sekutu militer, Partai Pembangunan dan Persatuan Solidaritas (USDP) meminta pemimpin junta Min Aung Hlaing untuk membuka dialog dengan kelompok yang dikudeta untuk mengakhiri krisis di Myanmar. Diketahui militer Myanmar mengudeta Suu Kyi karena tuduhan kecurangan untuk memenangkan partainya, Liga Nasional Demokrat (NLD).

Dalam perkara di dalam Negara Pagoda tersebut, dari mulai ASEAN dan PBB menaruh perhatian atasnya. Pada Jumat lalu PBB menyatakan mengkhawatirkan bencana hak asasi manusia yang lebih besar di tengah laporan ribuan tentara berkumpul di utara dan barat negara itu, di mana tentara telah bentrok secara teratur dengan ‘pasukan bela diri’ lokal.

Dari kelompok ASEAN, Indonesia dan tiga negara lainnya dilaporkan mendorong asosiasi negara Asia Tenggara itu untuk meningkatkan tekanan terhadap junta militer Myanmar. Menurut empat sumber diplomatik, dalam pertemuan menteri luar negeri ASEAN awal pekan ini Indonesia Malaysia, Singapura, dan Filipina kompak menuntut perhimpunan tersebut lebih menekan junta militer Myanmar.

Empat negara itu menilai junta militer Myanmar tak menunjukkan kemajuan dalam menaati Lima Poin Konsensus untuk menangani krisis pascakudeta yang disepakati pada KTT April lalu di Jakarta.

Salah satu sumber mengatakan rapat menlu ASEAN itu pun berjalan ‘tegang’ lantaran tak semua negara setuju untuk meningkatkan tekanan terhadap junta Myanmar.

Para menlu negara ASEAN itu dikabarkan terpecah antara berpegang teguh dengan prinsip non-intervensi dengan mempertahankan kredibilitas asosiasi itu yang kerap dinilai tak dapat menyelesaikan krisis di antara negara anggotanya.

“Suasana pertemuan tidak pernah setegang ini,” kata salah satu sumber yang ikut dalam pertemuan itu,” kata salah satu diplomat dari negara ASEAN yang ikut pertemuan itu kepada Reuters yang dikutip pekan lalu.

“Jika Anda bertanya kepada saya apakah ASEAN melakukan hal seperti ini setahun yang lalu, saya mengatakan itu tidak pernah terjadi. ASEAN sedang berubah,” paparnya menambahkan.

Dalam pertemuan itu, ketua ASEAN tahun ini, Brunei Darussalam, akhirnya memutuskan untuk tak mengundang pemimpin junta Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN virtual yang akan berlangsung 26-28 Oktober.

ASEAN justru berencana mengundang ‘perwakilan nonpolitik’ dari Myanmar.

Keputusan itu dinilai melenceng dari kebijakan ASEAN terkait mengayomi dan non-intervensi yang selama puluhan tahun dipegang teguh negara anggota.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>