Ribuan Warga Thailand Demontrasi di Bangkok Tuntut Reformasi Kerajaan


Para pemimpin pengunjukrasa mengacungkan tiga jari dalam demo lanjutan pada hari Minggu (20/09, MLADEN ANTONOV/AFP

Demonstran di Ibu Kota Bangkok, Thailand, kemarin kembali turun ke jalan-jalan di menyerukan reformasi pada monarki Thailand dan pemerintahan militer.

Unjuk rasa yang diikuti ribuan orang itu adalah salah satu demonstrasi terbesar dalam beberapa bulan terakhir.

Demo berskala kecil sebelumnya sudah hampir rutin terjadi, terutama di kawasan Din Daeng dan beberapa di antaranya menyebabkan bentrokan dengan polisi.
Pada salah satu demo seorang remaja laki-laki ditembak di kepala pada Agustus lalu hingga membuatnya koma selama dua bulan sebelum dia akhirnya meninggal pekan lalu.

Salah satu tema utama demonstrasi kemarin adalah seruan pencabutan Bagian 112, undang-undang yang mengkriminalisasi kritik terhadap raja.

Pada protes tersebut, seorang pria dengan kostum Squid Game membawa spanduk bertuliskan: “Hapuskan 112. Hapuskan rasa takut. Hapuskan ketidakpedulian. Hapuskan keputusasaan.”

Amnesty International, lembaga pembela hak asasi global, juga turun ke jalan mengumpulkan tanda tangan untuk sebuah petisi, menuntut pembebasan aktivis terkemuka yang ditangkap dan didakwa dengan undang-undang lama itu.

“Kita harus melakukan sesuatu terhadap apa yang telah dilakukan pemerintah kepada rakyat Thailand,” kata seorang demonstran. “Kita bisa memiliki masa depan yang cerah.”

“Kami tidak dapat melihat masa depan kami jika kami tetap berada di bawah rezim kediktatoran dan monarki,” kata pengunjuk rasa berusia 20 tahun lainnya, yang menyebut dirinya sebagai Jib.

“Kami ingin memiliki suara, kami ingin pemerintah bekerja untuk kami, bukan raja. Kami ingin semua manusia setara.”

Salah satu temannya, 19 tahun, mengatakan para pengunjuk rasa turun ke jalan karena dipicu oleh keputusan pemerintah baru-baru ini untuk membuka kembali negara itu bagi turis.
Mulai 1 November, pengunjung dari lebih dari 60 negara dapat memasuki Thailand tanpa karantina, jika mereka telah divaksinasi lengkap.

“Kami ingin para turis melihat apa yang terjadi di Thailand. Thailand tidak pernah menjadi negeri senyuman, itu hanya negeri kebohongan,” katanya merujuk pada slogan pariwisata Negeri Gajah Putih.

Menyatukan kelompok protes

Sebelum demonstrasi, seorang koordinator demo untuk sebuah kelompok yang disebut Aliansi Revolusioner Rakyat (PRA) mengatakan kepada Aljazeera bahwa para aktivis meningkatkan upaya untuk menyatukan berbagai kelompok, termasuk yang berasal dari Din Daeng.

Aktivis Kaos Merah terkemuka Anurak Janetawanich, 53, mengatakan dia didorong oleh tanda-tanda kerja sama yang berkembang antara pengunjuk rasa mahasiswa dan aktivis yang lebih tua.

“Tahun ini kita melihat mahasiswa dan Kaus Merah bisa lebih dekat dan berjuang bersama… Kekuatan demokrasi akan tumbuh semakin besar.”

Dia mengatakan mendukung seruan kaum muda untuk reformasi monarki, dengan mengatakan itu adalah cara terbaik untuk membawa demokrasi ke Thailand.

“Selama monarki tidak berubah, masalah akan terjadi lagi dan lagi dan lagi. Anak-anak saya, cucu-cucu saya akan menghadapi hal yang sama,” katanya.

“Saat ini, tidak ada tanda-tanda perubahan. Tapi saya mendukung hak untuk berjuang. Mungkin besok akan ada perubahan, mungkin tahun depan kami akan sukses, tapi kami harus berjuang.”

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>