Tuntut Reformasi Kerajaan, Ratusan Pengunjuk Rasa di Thailand Kembali Turun ke Jalan


Para pemimpin pengunjukrasa mengacungkan tiga jari dalam demo lanjutan pada hari Minggu (20/09, MLADEN ANTONOV/AFP

Ratusan demonstran melakukan aksi unjuk rasa di ibu kota Thailand, Bangkok, menentang keputusan pengadilan tinggi yang memutuskan menyerukan reformasi kerajaan sama dengan upaya untuk menggulingkan monarki ultra-kuat di negara itu.

Mahkamah Konstitusi – yang telah lama disebut dipolitisasi – menyampaikan pada Rabu, tiga pemimpin unjuk rasa menyampaikan pidato yang “bertujuan untuk menggulingkan monarki konstitusional”.

Walaupun keputusan pengadilan tidak menetapkan hukuman pidana bagi para pemimpin unjuk rasa, para pengamat mengatakan keputusan itu dapat semakin mempersempit ruang bagi para aktivis yang mengampanyekan reformasi monarki.

Kendati dilarang berkumpul, pengunjuk rasa berkumpul di distrik perbelanjaan utama Bangkok untuk menentang keputusan tersebut, memegang berbagai tanda yang bertuliskan mereka tidak menginginkan monarki absolut.

“Kami tidak menggulingkan negara ini. Reformasi adalah untuk membuatnya lebih baik,” teriak pemimpin protes Thatchapong Kaedam, ketika para demonstran melambaikan plakat yang mengatakan “Reformasi tidak sama dengan penggulingan”, dikutip dari Al Jazeera, Senin (15/11/2021).

Polisi sempat bentrok dengan beberapa demonstran, menembakkan peluru karet yang mengenai setidaknya satu pengunjuk rasa yang melukai dadanya, kata sebuah laporan. Pria yang terluka itu dilarikan menuju ambulans.

Pusat Darurat Erawan kota mengatakan setidaknya dua orang terluka, meskipun tidak ada rincian yang diberikan terkait kondisi korban.

Sebelumnya pada hari itu, polisi memperingatkan larangan berkumpul.

“Kami ingin masyarakar fokus bagaimana menggunakan hak dan kebebasan tapi jangan melanggar UU yang ditetapkan Mahkamah Konstitusi,” kata juru bicara kepolisian Bangkok, Jirasant Kaewsangake.

Menjelang malam, para demonstran bergerak menuju kedutaan besar Jerman, negara di mana Raja Maha Vajiralongkorn kerap tinggal, dan mengajukan surat kepada kedutaan mengungkapkan kekhawatiran mereka negara itu terkait kekuasaan absolut.

Raja Maha Vajiralongkorn terbang ke Jerman pekan ini, menurut laporan media Jerman, perjalanan luar negeri pertamanya dalam setahun lebih.

Unjuk rasa yang dimotori para pemuda mulai tahun lalu, menyerukan pencopotan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha (67), mantan pemimpin kudeta, menjadi tantangan terbesar negara kerajaan itu dalam beberapa dekade.

Unjuk rasa tersebut telah menghapuskan tabu yang telah berlangsung lama di Thailand, yang memiliki hukum ketat lese majeste di mana pelanggar bisa terancam hukuman 15 tahun penjara jika terbukti menghina kerajaan.

Sejak unjuk rasa tersebut dimulai, sedikitnya 157 orang telah didakwa dengan UU lese majeste, menurut catatan yang dikumpulkan Pengacara Thailand untuk kelompok HAM. 

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>