Aktivis 98, Antara Filosofi, Ruh Rakyat dan Penjilat


Sesungguhnya menjadi Aktivis demokrasi dan kemanusiaan di Indonesia memerlukan ekstra berfikir dan tenaga agar dapat membangun Narasi yang baik dan bijak bagi pendewasaan politik bangsa dan negara yang rusak oleh kegagalan pemerintahan Orde Baru membangun demokrasi dan keadilan. Pemerintahan Orde Baru yang otoriter telah mematahkan berfikir seseorang untuk dapat berkembang menjadi diri sendiri yang inheren dengan harga diri dan pribadi seseorang.

Filosofi kerangka berfikir sebagai Aktivis harus berpijak pada ruh rakyat. Ruh rakyat yang tergambar dalam ruang berfikir Aktivis adalah dengan memeluk rakyat, mendatangi rakyat, mengajak rakyat untuk diskusi dan bersama-sama rakyat memecahkan persoalan-persoalan bangsa.

Pendampingan terhadap persoalan-persoalan rakyat yang dilakukan oleh Aktivis itu mutlak, tidak dapat di tolak. Dari sini akan lahir semangat Pri kemanusiaan yang akhirnya melahirkan ide-ide pembaharuan /perubahan dalam kerangka Negara.

Sebagai Aktivis 98 yang notabennya lahir dari kesadaran pendampingan dan pengorganisasian rakyat tentunya sangat diharamkan oleh pemerintahan Orde Baru.

Pertentangan ini di buktikan dengan sangat kerasnya Pemerintahan Orde Baru mengitimidasi, bahkan menculik banyak Aktivis saat itu,yang kita tahu masih banyak Aktivis yang belum ditemukan keberadaan nya sampai sekarang.

Tetapi, karena dilatar belakangi punya ruh rakyat, filosofi rakyat dan menjelma menjadi kekuatan pribadi, lahir kemudian Aktivis sejati.

Aktivis sejati itu diterjemahkan dalam konteks universal, yakni di selimuti anak kecil yng kelaparan, petani yang tergusur, rumah rakyat digusur, nelayan yang terbatas menangkap ikan, Buruh yang di peras tenaganya dengan upah minim, dan banyak lagi yang dapat masuk dalam pemikiran agar menjadi ruh.

Sebagai seorang Aktivis sesungguhnya tidak salah masuk dalam lingkar kekuasaan dan menjadi pebisnis atau yang lain, mereka harus menjelma dan hidup untuk kepentingan orang lain.

Yang tidak dibenarkan bagi seorang Aktivis adalah menjilat – jilat dalam konteks kekuasaan, agar di beri kursi kekuasaan. Salah satu budaya Orde Baru selain melakukan KKN ini adalah perusak moral bangsa dan negara.

Framing – Framing dengan narasi yang dangkal pasti akan menghasilkan bocah-bocah otoriter, bocah-bocah penjilat dan tentunya merusak moral negara.

Sebagai seorang Aktivis, diwajibkan kapanpun, situasi apapun, punya atau tidak punya jabatan, melakukan kritik terhadap siapapun Presiden. Sebab kritik itu bukan saja membangun tetapi lebih pada filosofi citra seseorang, apakah sebagai pejuang atau pecundang.

Dalam kaitan laporan Ubedillah Badrun kepada Gibran dan Kaesang ke KPK, saya mendukung laporan Ubedillah Badrun tersebut dan meminta KPK independen dan profesional dalam memberantas dugaan atau pelaku korupsi di Indonesia serta mempercepat proses penyelidikan dan penyidikan terhadap laporan itu.

Penulis adalah Anton Aritonang yang merupakan Ketua Gerakan Nasional 98 dan Aktivis 98

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>