Kebocoran Data DPT, Bawaslu Menolak Disalahkan 


Ilustrasi. Gedung Bawaslu RI (ist)

AKTUALITAS.ID – Bawaslu menolak disalahkan terkait kebocoran data DPT. Bawaslu malah melempar bola ke KPU lantaran menjadi lembaga yang berwenang menjaga data DPT, termasuk nomor induk kependudukan (NIK).

Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty menolak adanya framing yang menganggap kebocoran data DPT juga bisa bersumber dari lembaganya. Sebaliknya, Bawaslu memiliki akses terbatas sehingga tidak memiliki kemampuan untuk menerobos IT KPU.

“Ini ada anggapan orang, bisa jadi kebocoran data juga dari Bawaslu. Terbangun framing begitu, kami perlu tegaskan enggak. Karena di Bawaslu data yang kami miliki sangat terbatas, tidak semua elemen data kami punya,” kata Lolly, di Bandung, Jawa Barat, Senin (4/12/2023).

Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat Bawaslu RI itu menerangkan, data yang dimiliki pihaknya hanya mencakup delapan elemen, tidak termasuk NIK.

“Bawaslu hanya dapat delapan elemen dan itu pun sifatnya informasi yang sudah terbuka ke publik. Artinya memang informasi yang ditempel waktu proses orang mengecek ada namanya apa enggak, dia terdaftar sebagai pemilih apa enggak,” ujarnya.

Bawaslu, kata Lolly, masih menelusuri dugaan kebocoran data yang diretas dari laman KPU.

“Saat ini sedang ada upaya, KPU juga menyatakan ada upaya yang sedang ditempuh untuk memastikan tidak melebar (kebocoran data). Kita tunggu hasilnya seperti apa,” ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, seorang peretas dengan nama anonim “Jimbo” mengeklaim telah meretas situs kpu.go.id dan berhasil mendapatkan data pemilih dari situs tersebut. “Jimbo” membagikan 500.000 data contoh yang berhasil ia peroleh melalui salah satu unggahan di situs BreachForums yang kerap digunakan untuk jual beli hasil peretasan.

Dalam unggahan itu, “Jimbo” juga mengaku menemukan 204.807.203 data unik, jumlah yang hampir sama dengan jumlah pemilih di dalam daftar pemilih tetap (DPT) KPU RI sebanyak 204.807.203 pemilih. Di dalam data yang “bocor” itu, “Jimbo” mendapatkan data pribadi, seperti NIK, nomor KTP, nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, tempat lahir, status pernikahan, alamat lengkap, RT, RW, sampai kode kelurahan, kecamatan, dan kabupaten, serta TPS. Data-data itu dijual dengan harga 74.000 dollar Amerika atau sekitar Rp 1,1 miliar.

Kebocoran data ini lalu diusut oleh Direktorat Tindak Pidana Siber (Ditttipidsiber) Bareskrim Polri.  (RAFI)

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>