NASIONAL
Dokter RSCM Diduga Lakukan Malpraktik Terhadap Balita
AKTUALITAS.ID – Seorang bayi berusia di bawah satu tahun berinisial J diduga menjadi korban malpraktik medis di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Dugaan ini mencuat setelah orangtua J, Adam Harits, melaporkan dokter spesialis yang menangani anaknya ke Majelis Disiplin Profesi (MDP).
“Bahwa pasien J betul pasien di RSCM. Kasus pasien J ini sudah dilaporkan juga oleh orang tua pasien J ke Majelis Disiplin Profesi (MDP),” kata Humas RSCM Yogi Friando melalui pesan tertulis, Kamis (26/6/2025) malam.
J adalah anak dari Co-Founder Gem Research International Laboratory Adam Harits, disebut sempat mengalami kebocoran pada usus dan harus dirawat intensif selama lebih dari sebulan.
“RSCM menghormati dan akan mengikuti proses pemeriksaan terhadap dokter P yang akan dilaksanakan di MDP dan menunggu hasil dari pemeriksaan tersebut,” ujar Yogi.
Dugaan malapraktik tersebut bermula ketika Adam membawa anaknya ke RSCM pada 28 Agustus 2024 untuk pemeriksaan rehab medik.
Pemeriksaan dilakukan seiring kondisi J yang tidak mau mengkonsumsi makanan pendamping air susu ibu (MPASI).
“Ada keluhan muntah, gumoh juga,” kata Adam
Dari hasil konsultasi awal, orang tua disarankan untuk membawa J ke dokter spesialis rehabilitasi medik. Adam pun mengikuti saran tersebut, lalu merujuk J ke dokter rehab medik pada 11 Oktober 2024.
“Dari sana (rehabilitasi medik), kami dirujuk ke spesialis THT (Telinga, Hidung, Tenggorokan) yang didampingi langsung oleh dokter rehab medik,” kata Adam.
Hasil pemeriksaan THT menunjukkan ada bulir-bulir di tenggorokan J atau cobblestone appearance. Merujuk hasil tersebut, J disarankan untuk dibawa ke dokter senior di RSCM berinisial P.
Pemeriksaan lanjutan kemudian dilakukan oleh dokter tersebut pada 23 Oktober 2024.
Adam menjelaskan pada pemeriksaan pertama, dokter yang menyandang gelar profesor tersebut langsung menyarankan prosedur endoskopi tanpa sama sekali memeriksa tubuh J, bahkan tanpa menyentuh tubuh J.
“Hanya duduk di meja sambil mengetik dan melihat hasil dari THT,” ungkap Adam.
Adam mengatakan tidak bisa menolak saran dokter tersebut. Namun, setelah berkonsultasi dengan keluarga, Adam mengaku sempat menanyakan alasan anaknya yang belum genap berusia satu tahun harus diendoskopi.
“Saya tanya, se-urgent apa kondisi ini untuk endoskopi? Gimana kalau menunggu sampai J umur satu tahun sambil coba dulu pengobatan GERD berdasarkan hasil THT?” jelas Adam menceritakan percakapannya dengan dokter.
Alih-alih memberikan jawaban yang masuk akal, dokter P justru menceramahi Adam dengan menyuruhnya meminjam uang.
“Saya tidak pinjam uang untuk urusan anak saya dan saya punya uang,” kata Adam.
Endoskopi pertama kemudian dilakukan pada 1 November 2024. Hasilnya menunjukkan ada GERD yang cukup parah.
Setelah itu, J melakukan kontrol rutin atau rawat jalan dengan dokter tersebut. Di awal kontrol, kata Adam, kondisi J masih relatif baik. Namun, pekan kedua dan ketiga setelah endoskopi, J kembali menunjukkan gejala awal seperti sebelum dilakukan endoskopi yakni sering muntah.
“Bahkan, frekuensi muntahnya menjadi lebih sering,” imbuhnya.
Kondisi tersebut menuntun Adam untuk melakukan pemeriksaan lanjutan. Dia membawa J ke dokter rehab medik, dan disarankan untuk pemasangan selang untuk mendukung kebutuhan nutrisi J.
Di hari yang sama, Adam bertemu dengan dokter P untuk menyampaikan saran dokter rehab tersebut. Namun, dia mendapat perlakuan yang tidak mengenakkan.
“Kan selama ini bapak yang enggak mau diselang. Waktu itu bapak habis endoskopi buru-buru pulang. Takut asuransi enggak cover?” kata Adam menirukan jawaban dokter P.
Seiring waktu berjalan, tepatnya pada 13 Desember 2024, dilakukan endoskopi kedua.
Adam sempat berharap kondisi anaknya membaik. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Kondisi J memburuk akibat peradangan pada usus. Adam pun berinisiatif menanyakan perkembangan buruk itu ke dokter P.
“Kala itu, si dokter menjawab, ‘ini saya curiga nih karena orang tuanya ada yang kena bakteri H. pylori. Coba periksa deh, nanti saya buatin rujukannya,” tutur Adam menuturkan omongan dokter P.
“Profesor juga menjelaskan bahwa ia melakukan tindakan dilatasi usus karena usus J mengalami penyempitan sehingga harus dibuka atau dilebarkan. Proses yang sama juga dilakukan saat endoskopi pertama,” lanjut Adam.
Dia mengaku terkejut mendengar jawaban tersebut mengingat J sudah mengikuti seluruh arahan dokter, mulai dari pola makan sampai ke pengobatan, tetapi kondisinya semakin memburuk.
Kata Adam, tindakan dilatasi usus tersebut juga tidak pernah diberitahukan sebelumnya oleh dokter.
Singkat cerita, kondisi J terus memburuk pasca endoskopi kedua. Adam menyebut J sering muntah setiap kali diberikan susu. Puncaknya, kondisi J kian memburuk dengan intensitas muntah lebih tinggi dan terus menangis serta merintih kesakitan setiap saat.
J akhirnya dibawa ke Pediatric Intensive Care Unit (PICU) di RSCM menggunakan ambulans karena kondisinya yang sudah gawat dan kritis.
“Jadi, dari endoskopi di Hari Jumat, dokter P tidak datang visit pada hari Sabtu serta hari Minggu, dan baru datang saat J sudah berada di PICU,” tutur Adam
Setelah dilakukan serangkaian tes medis, tim dokter yang menangani J menduga ada kebocoran usus, sehingga perlu dilakukan tindakan darurat sebelum terlambat.
“Operasi kemudian dilakukan dan terkonfirmasi memang terjadi kebocoran pada usus,” ungkap Adam.
Keesokan hari setelah operasi dilakukan, Adam mendapat kabar J mengalami sepsis berat dengan indikasi gagal jantung, gagal paru dan gagal ginjal. Kondisi tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan tindakan terakhir, yakni cuci darah nonstop selama 72 jam guna membantu ginjal dan membersihkan darah dari racun.
Adam menyebut J menjalani perawatan total selama kurang lebih 40 hari di RSCM.
“Total ada 3 kali operasi, lalu bulan April kemarin operasi keempat untuk penutupan Stoma,” ucap Adam.
Merasa adanya kelalaian dalam penanganan medis, Adam kemudian mengajukan laporan resmi ke Majelis Disiplin Profesi. Sidang perdana atas dugaan malpraktik terhadap dokter P digelar pada Rabu (25/6/2025).
Adam berharap kasus ini dapat diproses secara adil dan transparan.
“Kami berharap yang bersangkutan memungkinkan untuk dicabut izin praktiknya,” ujarnya. (Yan Kusuma/goeh)
-
EKBIS27/12/2025 19:18 WIBKAMMI Apresiasi Terobosan Kementan, 40 Ribu Kader Siap Kawal Swasembada Pangan
-
OLAHRAGA27/12/2025 20:00 WIBIndonesia Maju ke Final ASEAN Boys’ U-16 Futsal Championship 2025
-
OLAHRAGA27/12/2025 17:00 WIBUsai Libur Natal Detroit Pistons Tantang Utah Jazz
-
NASIONAL27/12/2025 17:30 WIBRapat Syuriyah–Mustasyar PBNU Bersifat Final dan Mengikat
-
POLITIK27/12/2025 20:30 WIBDari Wamena, Roberth Rouw Ajak Warga Papua Pegunungan Jaga Indonesia Tetap Utuh
-
JABODETABEK27/12/2025 16:00 WIBLanggar Kode Etik 10 Anggota Polresta Tangerang Ditindak
-
NASIONAL27/12/2025 21:30 WIBMengenang Pahlawan Nasional Buruh, Kapolri Berziarah ke Makam Marsinah
-
NUSANTARA27/12/2025 18:00 WIB10 Jembatan Bailey di Lokasi Bencana Sumatera Sudah Rampung Dibangun